Kamis, 23 Juni 2011

PPn dan PPnBM

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang


 

Pajak merupakan sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik . Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Latar Belakang Diberlakukannya Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Setiap pemungutan pajak termasuk pemungutan Pajak Pertambahan Nilai diharapkan mencerminkan keadilan baik secara horizontal maupun vertikal. Untuk mencapai sasaran agar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai mencerminkan keadilan tersebut maka diberlakukan pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di samping diberlakukan tarif proporsional dan progresif.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

PERUMUSAN MASALAH


 

Permasalahan yang kami bahas dalam makalah ini adntara lain :

  1. Apa pengertian dari PPn BM dan dasar hukumnya?
  2. Apa karakteristik Pajak Pertambahan Nilai(PPn)?
  3. Bagaimana cara menghitung PPn BM?
  4. Bagaimana tata cara pembayaran dan pelaporan PPn/PPn BM?


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB III

PEMBAHASAN


 

  1. Definisi dan Dasar Hukumnya

    Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.


     

    Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.


Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.


Barang tidak kena PPN:


Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:

  1. Minyak mentah.


2. Gas bumi.


3. Panas bumi.


4. Pasir dan kerikil.


5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara.


6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit.


7. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat
Objek Pajak Pertambahan Nilai.



Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam) jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.

Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:


1. adanya penyerahan;



2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);



3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);


4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;


5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap barang yang dihasilkan.



Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:


1. penyerahan hak karena suatu perjanjian;



2. pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;


3. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;



4. pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;


5. penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;



6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya;


 

PPNBM
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap :


1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;


2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.


Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.



Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM:


1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;


2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah;


3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;


4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara;


 


 

Pengertian BKP Mewah:



1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau


2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau


3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau


4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau


5.apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.


Pengertian Menghasilkan PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah sebagai berikut ;


1. merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya;


2. memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain atau tidak;


3. mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain;


4. mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya;


5. membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;


 

Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan :


1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).


2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).


3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.



4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan."

Contoh soal PPN DAN PPN BM :


PT. Korindo Motors mendapatkan tagihan dari PT. Suzuki atas pembelian mobil Rp 375.000.000,- termasuk PPN dan PPN BM 40%


PPN BM 50/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 125,000,000



PPN 10/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 25,000,000



Rp 150,000,000



Harga Rp 375,000,000


PPN BM Rp (125,000,000)


PPN Rp (25,000,000)


Rp 225,000,000


 


B. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai(Ppn)


 

Sebagai pajak yang dikenakan terhadap kegiatan konsumsi, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memiliki karakteristik: Pajak Obyektif. PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya. Siapapun subyeknya (masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama mereka mengonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam daerah pabean.


 

Perlakuan PPN yang sama terhadap semua kelompok masyarakat inilah, baik yang mungkin maupun yang kaya, yang menimbulkan sifat tidak adil. Kelemahan ini kemudian diatasi dengan pemberian pajak tambahan yaitu Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terhadap konsumsi atas BKP tertentu yang digolongkan oleh pemerintah sebagai BKP mewah, yang umumnya hanya dikonsumsi oleh golongan masyarakat yang telah mampu secara ekonomi.


 

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasakena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajak yang digunakan oleh Direktorat jenderal Pajak. Bagi pengusaha kena pajak (PKP) faktur pajak ini merupakan bukti dari pemenuhan kewajiban perpajakannya. Bagi pembeli atau penerima jasa faktur pajak ini digunakan sebagai sarana pengkreditan pajak masukan.


 

Faktur pajak dapat digunakan sebagai sarana pengkreditan jika faktur pajak tersebut tidak cacat. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui bilamana faktur pajak itu dinyatakan sebagai faktur pajak yang cacat. Berikut ini adalah cirri-ciri faktur pajak standar:


 

1. Diisi dengan data yang tidak benar. Pengisisan data yang tidak benar bias berupa NPWP salah, nomor seri faktur pajak yang tidak benar. Data yang tidak benar juga bias karena kesalahan penulisan nama pembeli atau nama perusahaan yang tercantum dalam faktur pajak.

2. Diisi tidak lengkap. Pengisian faktur pajak standar tidak lengkap karena ada kolom atau barus yang ternyata tidak diisi kecuali kolom "PPnBM" yang disediakan untuk diisi oleh pabrikan atau importir Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. Pengisian tidak lengkap dapat berupa:


• Baris "NPWP" pembeli BKP atau penerima JKP tidak diisi


• "jabatan" penandatangan faktur pajak tidak diisi


• Pada baris "jumlah harga jual/penggantian/uang muka/termijn" tidak dicoret pada bagian kalimat yang tidak perlu sebagaimana diminta dalam catatan bagian bawah sebelah kiri.


• Tanda tangan menggunakan cap tanda tangan


• Dalam lampiran II butir 13 Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-549/PJ./2000 digariskan bahwa cap tanda tangan tidak diperkenankan dibubuhkan pada faktur pajak.


3. Pengisian atau pembetulan dilakukan dengan cara yang tidak benar


 

4. Faktur pajak dibuat melampaui batas waktu yang telah ditentukan
Mengenai batas waktu pembuatan faktur pajak akan dibahas dalam tulisan yang lain


 

  1. Faktur pajak dibuat oleh pengusaha yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP)


 

Berdasarkan pasal 14 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN 1984) orang atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang untuk membuat faktur pajak. Faktur pajak yang dibuat oleh pengusaha non PKP secara yuridis tidak sah. Oleh karena itu pajak masukan yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan oleh PKP pembeli atau penerima JKP. Bahkan bagi pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP namun menerbitkan faktur pajak maka menurut Ketentuan Umum Perpajakan akan dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 39A sebagai berikut yang intinya adalah bahwa Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.


 

  1. Cara menghitung PPn BM


     

    Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM
    Berapa tarif PPN/PPnBM ?


    1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)


    2. Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.


    3. Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

    Apa saja yang termasuk DPP ?


    1. Harga jual/ penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

    2. Nilai Impora dalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.

    3. Nilai Ekspora adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.

    4. Nilai lain adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.


     

    Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor :642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 :


    a. Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian, tidak termasuk laba kotor


    b. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;


    c. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;



    d. Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;



    e. Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;



    f. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;


    g. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.



    h. Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :


    o PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.

    o PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang dagangan.


    i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon. Bagaimana cara menghitung PPN ?

    PPN yang terutang = tarif x DPP


    PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.


    Contoh :
    1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
    100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
    PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
    10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
    Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00


    2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
    o Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
    o Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
    DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00
    PPN yang terutang :
    o Atas penjualan 80 pasang sepatu
    10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
    o Atas pemakai sendiri
    10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
    Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

    3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual
    o BKP seharga = Rp.10.000.000,00
    o Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00
    Rp.15.000.000,00
    PPN yang terutang
    10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
    PPN yang harus disetor
    10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00

    4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
    o PPN yang terutang
    10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
    o PPn BM yang terutang
    20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
    PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00

    5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00
    PPN yang terutang
    10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
    Catatan :
    PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.

    Menghitung PPN Pajak Masukan Sasaran Pajak Pertambahan Nilai bukan harga jual atau penggantian, atau nilai impor, atau nilai ekspor, melainkan nilai tambah atas penyerahan BKP, atau pemberian JKP dan seterusnya.

    Tetapi untuk mencari nilai tambah tidak semudah diduga, bahkan sulit, karena antara barang yang dibeli tidak harus sama dengan barang yang dijual dan faktor lainnya. Untuk memudahkan dalam perhitungannya maka yang ditunjuk sebagai dasar pengenaan adalah harga jual untuk PPN Barang, penggantian untuk PPN Jasa, Nilai Impor untuk impor barang dan sebagainya. Tetapi pelaksanaannya menimbulkan pajak berganda


     

  2. Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan PPn/PPn BM
    1. Yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ?

Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
o KPKN
o Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
o Pertamina
o BUMN/ BUMD
o Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
o Bank Pemerintah
o Bank Pembangunan Daerah
o Perusahaan Operator Telepon Selular.

Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN & PPnBM
1. Oleh PKP adalah :
a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPn BM

Tempat pembayaran/penyetoran pajak
1. Kantor Pos dan Giro
2. Bank Pemerintah, kecuali BTN
3. Bank Pembangunan Daerah
4. Bank Devisa
5. Bank-bank lain penerima setoran pajak
6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP

Saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.

Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

Saat pelaporan PPN/PPnBM
1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.

Sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak:
1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.


 

Untuk menghindari pemungutan pajak berganda dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:
1. menerapkan kredit PPN atas bahan baku atau bahan pembantu termasuk faktor produksi lainnya;
2. mencari nilai tambah pada setiap produksi;
3. menerapkan tarif yang berbeda-beda dengan memperhatikan tingkat tahapan produksi seperti barang jadi, barang setengah jadi dan barang esensial;
4. menentukan dasar pengenaan dengan memperhatikan pertambahan nilainya;
5. menerapkan pemungutan sekali.

Mengkredit Pajak Masukan

Yang melatarbelakangi sistem kredit pajak adalah upaya untuk menghindari pengenaan pajak berganda, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai bahwa sasaran pengenaannya adalah pertambahan nilai. Sedangkan untuk menghitung besarnya pertambahan nilai untuk setiap unit produksi adalah sulit sekali. Oleh karena itu, untuk memudahkan (menyederhanakan) cara perhitungan pajaknya maka ditetapkan harga jual sebagai dasar pengenaan, dengan ketentuan bahwa PPN yang terutang dan telah dibayar sewaktu membeli Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dari PPN yang akan dibayar sewaktu melakukan penjualan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.


 


Meskipun demikian, agar tercegah adanya pengkreditan pajak yang tidak semestinya, maka tidak setiap pajak masukan dapat dikreditkan, melainkan terbatas yang telah memenuhi persyaratan.

Melalui sistem pengkreditan pajak masukan tersebut, akan menghasilkan 3 (tiga) alternatif:
1. masih harus membayar PPN, dalam hal pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan;
2. terjadi kelebihan pembayaran pajak, dalam hal Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan;

3. tidak kurang bayar dan tidak terjadi kelebihan pembayaran PPN, dalam Pajak Keluaran sama dengan Pajak Masukan.


 

MEKANISME PEMBAYARAN PPN

Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara.

  1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak Penjual

    Pembayaran PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh siapapun dari pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum.


     

    Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash inflow) berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang telah

    diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil pertandingan antara Pajak Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.


     


    Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara Mekanisme pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung ke negara, dilakukan apabila:

    a. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke negara;
    b. Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;

    c. Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
    d. Dalam hal terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
    e. Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang dilakukan sendiri, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

    f. Dalam hal terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;

    g. Dalam hal SPT Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran –VS- Pajak Masukan) adalah pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB IV

PENUTUP


 

Kesimpulan:

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
  • PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai yang hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah.
  • PPN tergolong sebagai pajak yang obyektif, karena penekanannya mula-mula kepada obyeknya terlebih dahulu, baru kemudian kepada subyeknya.
  • Pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya secara langsung ke negara.

Tidak ada komentar: