Sabtu, 17 November 2012

Kepentingan Hak Seseorang dalam Peralihan Sertifikat Hak Atas Tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997


DISUSUN OLEH:
MARUPA HASUDUNGAN SIANTURI              (090200106)
ESRA STEPHANI                                                   (090200140)
NETTY KAROLIN HUTABARAT                      (090200146)
SHERLY NOVITASARI                                        (090200153)
JOICE SIMATUPANG                                           (090200404)


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

 BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peralihan hak atas tanah yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian berarti setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
Jual beli, tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak atas bidang tanah tersebut.
Dengan demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah tersebut.







BAB II
PERMASALAHAN
Yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.    Bagaimana cara peralihan sertifikat hak atas tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997?
2.    Bagaimana menjamin kepentingan hak seseorang dalam peralihan sertifikat hak atas tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997?


















BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Cara Peralihan sertifikat hak atas tanah Menurut PP No. 24 Tahun 1997.
Pendaftaran Peralihan Hak atau Balik Nama Sertipikat Hak atas Tanah:
Peralihan hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang, yaitu:
a)         Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT): untuk jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbrenk), dan pembagian hak bersama.
b)        Notaris: untuk peleburan atau penggabungan harta perusahaan (merger) yang tidak didahului dengan likuidasi perusahaan yang bergabung atau melebur.
c)         Notaris, Pengadilan, Balai Harta Peninggalan, atau Kapala Desa dan Camat: untuk pemindahan hak karena waris, tergantung kepada kedudukan hukum dari para ahli waris.
d)        Developer dan disahkan oleh Pemda: untuk pemisahan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
e)         Pejabat Lelang: untuk tanah yang dilelang.
f)         Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf: untuk tanah yang diwakafkan.
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran balik nama:
a)         surat permohonan balik nama,
b)        surat kuasa apabila pengurusannya dikuasakan,
c)         akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak tersebut,
d)        bukti identitas pihak yang mengalihkan hak,
e)         bukti identitas penerima hak,
f)         sertipikat hak atas tanah,
g)        ijin pemindahan hak apabila dipersyaratkan,
h)        bukti pelunasan BPHTB berdasarkan UU No.20/2000,
i)          bukti pelunasan PPh berdasarkan PP No.48/1994 jo. No.27/1996.




Pencatatan peralihan hak dalam Buku Tanah, Sertipikat, dan Daftar lainnya:
a)         nama pemegang hak lama dicoret,
b)        nama atau nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman dan kolom yang disediakan,
c)         sebagai pengesahan peralihan hak maka perubahan tersebut diparaf dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang serta dibubuhi stempel atau cap dinas.
a.       Peralihan Hak Atas Tanah karena Jual Beli Tanah
Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak, maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.
Secara umum terjadinya peralihan hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh berbagai perbuatan hukum antara lain:
a.       Jual beli
b.      Tukar menukar
c.       Hibah
d.      Pemasukan dalam perusahaan
e.       Pembagian hak bersama
f.       Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik
g.      Pemberian hak tanggungan
h.      Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan
Sebelum melakukan peralihan hak atas tanah, antara kedua pihak terlebih dahulu melakukan perjanjian atau kesepakatan mengenai bidang tanah yang akan dialihkan haknya tersebut. Tetapi jika diteliti lebih lanjut, maka jual beli yang dilakukan menurut Hukum Adat bukanlah suatu “perjanjian” sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan KUHPerdata, melainkan suatu perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli, dan bersamaan dengan itu penjual menyerahkan harganya kepada pembeli. Jadi antara pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan secara bersamaan, dan sejak saat itu pula hak atas tanah yang bersangkutan telah berpindah.
Berbeda halnya dengan sistem Hukum Barat, dimana hak milik atas tanahnya tidak dapat langsung berpindah kepada sipembeli selama penyerahan yuridisnya belum dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan penyerahan yuridisnya (balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu penyetoran sejumlah uang dibank untuk si penjual belum berarti tanah yang dijual itu otomatis menjadi milik sipembeli. Tetapi si pembeli masih harus melakukan suatu perbuatan hukum lagi yaitu balik nama untuk dikukuhkan sebagai pemilik tanah yang baru.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah, yaitu mengenai subyek dan obyek jual beli tanah. Mengenai subyek jual beli tanah adalah para pihak yang bertindak sebagai penjual dan pembeli. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah calon penjual harus berhak menjual yaitu pemegang sah dari hak atas tanah tersebut, baik itu milik perorangan atau keluarga.
Sedangkan mengenai obyek jual beli tanah adalah hak atas tanah yang akan dijual. Didalam jual beli tanah, tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah, tetapi secara hukum yang dibeli atau dijual bukan tanahnya tetapi hak atas tanahnya. Dalam subyek jual beli tanah, ada 4 syarat mengenai sahnya suatu pejanjian jual beli hak atas tanah, yaitu:
a.       syarat sepakat yang mengikat dirinya
Dalam syarat ini berarti kedua pihak sama-sama sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian jual beli yang mutlak dibuatkan sustu perjanjian tertulis berupa akta yang harus dibuat dan dihadapan Pejabat khusus yaitu PPAT
b.      syarat cakap
Untuk mengadakan suatu perjanjian perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual beli hak atas tanah, maka yang berhak adalah para pihak yang sudah memenuhi syarat dewasa menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada dibawah pengampuan.


c.       syarat hal tertentu
Apa yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual beli, baik itu mengenai luas tanah, letaknya, sertipikat, hak yang melekat demi mengelakkan kemulut hukum dan hak-hak serta kewajiban kedua pihak harus terulan dengan jelas.
d.      syarat sebab yang hal
Didalam pengadaan suatu perjanjian, isi dan tujuan dalam perjanjian itu harus jelas dan berdasarkan atas keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru akan mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan setempat, yang sebelumnya dibuat dahulu aktanya dihadapan PPAT.
Didalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan :
“Bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku”.
e.       Pemindahan Hak dan Penolakan Pendaftaran peralihan Hak
Didalam peralihan pemindahan hak adanya pemindahan hak dan penolakan pendaftaran peralihan hak, yaitu :
1. Pemindahan Hak
a.       Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalm perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.      Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37)
2.      Penolakan Pendaftaran Peralihan Hak
Dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diadakan ketentuan yang mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang dimohon. Penolakan itu harus dilakukan secara tertulis, yang disampaikan kepada yang berkepentingan, dengan menyebut alasan-alasannya, disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan tembusan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak dipenuhi :
a.       sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan ;
b.      perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c.       dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;
d.      tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan yang bersangkutan;
e.       tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f.       perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau
g.      perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.




f.        Dasar Hukum
d)     setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
Dasar-dasar hukum Pendaftaran peralihan hak yaitu:
1. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
Yang terdapat pada pasal :
a. Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4)
1) Ayat (1) yang berbunyi “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
2) Ayat (2) yang berbunyi “Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a.       pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b.      Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c.       Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
3) Ayat (3) yang berbunyi “Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial – ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut pertimbangan Menteri Agraria”
4) Ayat (4) yang berbunyi “Dalam peraturan pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu disebabkan dari pembayaran biaya – biaya tersebut”
b. Pasal 20 ayat (1) dan (2)
1) Ayat (1) yang berbunyi “Hak milik adalah turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas orang tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial )”
2) Ayat (2) yang berbunyi “ Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”
c.    Pasal 26 ayat (1) yang berbunyi “ Jual–beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan peraturan–peraturan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah”
2. Kitab Undang – undang Hukum Perdata (KUHPer)
Yang terdapat pada buku ke III bab kelima tentang jual beli, pada pasal:
a.       Pasal 1457 yang berbunyi “ jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
b.      Pasal 1458 yang berbunyi “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara keduabelah pihak, seketika setelahnya orang–orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”
c.       Pasal 1459 yang berbunyi “ Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”
3.    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Yang terdapat pada pasal ;
a.       Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya”
b.      Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi “PPAT sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri”
c.       Pasal 26 ayat (2) yang berbunyi “Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan jabatan lain yang ditugaskan untuk pelaksanaan kegiatan–kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang – undangan yang bersangkutan”.
d.      Pasal 23 ayat (2) yang berbunyi “Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik”
e.       Pasal 37 ayat (1) dan (2)
1)      Ayat (1) yang berbunyi “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jabatan, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perubahan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”.
2)      Ayat (2) yang berbunyi “Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan”.
f.       Pasal 39 ayat (1)
Yang berbunyi “ PPAT wajib menolak membuat akta, jika :
1.      mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan;
2.      mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
a)        surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(2);
b)        surat keterangan yang menyatakan, bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak;
4. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak, yang pada hakikatnya berisiskan perbuatan hukum pemindahan hak;
5. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau Instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
6. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridis, hal mana harus ditanyakan oleh PPAT kepada para pihak sebelum dibuat aktanya;
7. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
g. Pasal 45
Yang berbunyi “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak terpenuhi:
1. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
2. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
3. dokumen yang diperlukan untik pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;
4. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalm peraturan perundangundangan yang bersangkutan;
5. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
6. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pangadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau
7. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
h. Pasal 56
Yang berbunyi “Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya didalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku”
b.      Peralihan Hak – Hibah
Hibah tanah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dengan tidak ada penggantian apapun dan dilakukan secara sukarela, tanpa ada kontraprestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.[1]
Dasar Hukum:
1.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
2.      Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Juncto Undang-Undang Nomor20 Tahun 2000
3.      Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Juncto Peraturan Pemerintah  Nomor 27 Tahun 1996
4.      Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
5.      Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002
6.      Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
7.      SE Kepala BPN Nomor 600-1900 tanggal 31 Juli 2003
                                
Persyaratan:
1.Surat:
a. Permohonan
b. Kuasa otentik, jika permohonannya dikuasakan *).
2. Sertipikat hak atas tanah/Sertipikat HMSRS
3. Akta Hibah dari PPAT
4.    Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
5.    Bukti pelunasan :
a. BPHTB;
b. PPh Final.
6. Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.
7.Ijin Pemindahan Hak,
dalam hal di dalam sertipikat/keputusannyadicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari instansi yangberwenang;

Biaya dan Waktu:
1. Biaya: Rp. 25.000,- / Sertipikat
2. Waktu: Paling lama 5 (lima) hari.
Keterangan:
3.      *) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang berwenang untuk itu, dapat menggunakan surat kuasa di bawah tangan.
4.      **) untuk yang terkena obyek BPHTB dan atau PPh
Kekuatan hukum akta hibah terletak pada fungsi akta autentik itu sendiri yakni sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang(Pasal 1682, 1867, dan 1868 BW) sehingga hal ini merupakan akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa ada akta-akta autentik sebagai alat pembuktian. Ketetapan, kepastian dan kebenaran informasi yang tertuang dalam akta hibah tanah juga sangat menentukan bagi proses pendaftaran dan pemberian perlindungan hak atas tanah bagi pemberi hibah, para ahli waris pemberi hibah, dan penerima hibah.

c.       Peralihan Hak - Pemasukan dalam perusahaan
Dasar Hukum:
1.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
2.      Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2000.
3.      UU No.40/2007
4.      Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
5.      PP No.27/1998
6.      PP No.13/2010
8.      Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
9.      Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
10.  Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31 Juli 2003.

Persyaratan:
1.      Surat Pengantar dari PPAT.
2.      Surat Permohonan.
Formulir permohonan memuat:
a)      Identitas diri
b)      Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon
c)      Pernyataan tanah tidak sengketa
d)     Pernyataan tanah dikuasai secara fisik
3.      Sertipikat Asli.
4.      Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan.
5.      Akta Pendirian perusahaan/ Badan Hukum yang disahkan Departemen Kehakiman
6.      Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku dan dilegalisir oleh pejabat berwenang). KTP asli diperlihatkan untuk semua kegiatan.
7.      Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
8.      Bukti pelunasan SSB BPHTB.
9.      Bukti pelunasan SSP Pph Final (untuk Pph apabila hibah vertikal tidak diperlukan).
10.  SPPT PBB tahun berjalan
11.  Ijin Pemindahan Hak, jika:
1.      Pemindahan Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang;
2.      Pemindahan hak pakai atas tanah negara.
12.  Surat Pernyataan calon penerima hak, yang menyatakan:
1.      Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2.      Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3.      Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 12a dan 12b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform
4.      Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 12a dan 12b tidak benar
Biaya dan Waktu
Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
1.      Biaya: Rp. 25.000,- / Sertipikat
2.      Waktu: 3 hari kerja.
3.      1 (satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.
d.      Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan.
            Peralihan hak atas tanah karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak atau pewaris meninggal dunia, sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang hak atas tanah yang baru. Mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris diatur oleh hukum yang berlaku pada para ahli waris. Peralihan hak atas tanah karena warisan harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang bertujuan memberikan kepastian hukum, menyediakan informasi serta untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
            Dimana PPAT adalah pejabat yang berwenang untuk membuat akta sebagai dasar peralihan dan pendaftarannya. Penelitian ini menelaah mengenai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang dijadikan sebagai dasar peralihan suatu hak atas tanah, serta bagaimana pelaksanaannya di dalam praktek pendaftaran pada kantor Pertanahan Kota.
            Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-empiris, spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sumber data yang dipakai adalah data primer yang berupa data yang langsung didapatkan dalam penelitian di lapangan dan data sekunder yaitu data yang diperlukan untuk melengkapi data primer.
            Populasi berupa seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh adat yang masih kuat melekat dalam masyarakat yang menjadi pertimbangan bahwa akta yang dibuat secara dibawah tangan dapat dijadikan sebagai dasar peralihan suatu hak atas tanah karena pewarisan, walaupun akta yang dibuat secara dibawah tangan dikhawatirkan dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari.
            Peralihan hak atas tanah karena pewarisan diatur dalam Pasal 42 ayat 1-ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen berupa :
1.      Surat bukti (berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan), atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut; dan
2.      Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
e.       Peralihan Hak Atas Tanah Karena Penggabungan atau Peleburan Perseroan atau Koperasi.
            Peralihan hak atas tanah karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi diatur dalam pasal 43 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peralihan hak atas tanah ini, tidak didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur, melainkan dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 




II. Kepentingan hak  peralihan sertifikat hak atas tanah
Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa :
“ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum “. Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “ Bumi , air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “ Bagi Negara Republik Indonesia , yang susunan perekonomiannya dan corak kehidupannya masih bersifat agraris maka tanah mempunyai fungsi dan peranan yang mencakup berbagai aspek penghidupan dan kehidupan masyarakat, bukan hanya aspek ekonomis belaka tetapi juga menyangkut aspek-aspek yang non ekonomis, apalagi tanah merupakan segala-galanya bagi masyarakat yang peranannya bukan hanya sekedar faktor produksi melainkan pula mempunyai nilai untuk mendukung martabatnya sebagai manusia.
Berbagai pengalaman historis telah membuktikan bahwa tanah sangat lengket dengan perilaku masyarakat bahkan tanah dapat menimbulkan masalah bila sendi-sendi perubahan tidak memiliki norma sama sekali. Betapa pentingnya tanah sebagai sumber daya hidup, maka tidak ada sekelompok masyarakatpun di dunia ini yang tidak memiliki aturan-aturan atau norma-norma tertentu dalam masalah pertanahan ini, penduduk bertambah , pemikiran manusia berkembang, dan berkembang pulalah sistem , pola, struktur dan tata cara manusia menetukan sikapnya terhadap tanah. Seiring dengan perubahan dan perkembangan pola pikir, pola hidup dan kehidupan manusia maka dalam soal pertanahanpun terjadi perubahan, terutama dalam hal pemilikan dan penguasaannya dalam hal ini tentang kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah yang sedang atau yang akan dimilikinya. Denganadanyapersoalanpersoalan, baik mengenai pertambahan penduduk maupun perkembangan ekonomi, maka kebutuhan terhadap tanah dalam kegiatan pembangunan akan meningkat. Berdasarkan kenyataan ini, tanah bagi penduduk Indonesia dewasa ini merupakan harta kekayaan yang paling tinggi nilainya dan juga merupakan sumber kehidupan, maka dari itu jengkal tanah dibela sampai titik darah penghabisan apabila hak tanahnya ada yang mengganggu. Untuk menjaga jangan sampai terjadi sengketa maka perlu diadakan pendaftaran tanah. Sadar akan tugas dan kewajibannya itu maka pemerintah telah menetapkannya pada pasal 19 UUPA yang pada ayat (1) nya menyatakan bahwa : “ Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur degan Peraturan Pemerintah “. Selanjutnya pada ayat (2) nya memberikan rincian bahwa pendaftaran tanah yang disebut pada ayat(1) tersebut meliputi :
a)      Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah
b)      Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c)      Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Sebagai implementasi dari pasal 19 ayat (1) dan (2) ini maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah di bidang Pendaftaran Tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 mengenai Pendaftaran Tanah. Dan pendaftaran tanah dimaksud dijejaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 pada pasal 2 ayat (1) nya yaitu harus dilakukann desa demi desa atau daerah-daerah yang setingkat dengan itu.
d)     Dengan melihat konsepsi pasal 19 ayat (1 dan 2 ) UUPA serta pasal 2 ayat (1) PP Nomor 10 tahun 1961 tersebut di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa pendaftaran tanah adalah perlu demi terciptanya kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Dalam pelaksanaan pendaftaran ini, pemerintah akan melaksanakan secara sederhana dan mudah dimengerti dan secara berangsur-angsur. Konsepsi logis dari semua itu adalah ayat 2 c pasal 19 UUPA yaitu “ akan diberikan tanda bukti hak/surat bukti hak , di mana surat-surat bukti hak tersebut akan berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Inilah fungsi pokok sebenarnya dari pendaftaran tanah.
Jadi jelaslah sebenarnya bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah. Pendaftaran Tanah adalah tugas dan beban pemerintah akan tetapi untuk mensukseskannya/ keberhasilannya sangat tergantung pada partisipasi aktif / peranan masyarakat terutama pemegang hak. Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negatif mengandung unsur positif , menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat di atasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya terutama buku tanah sebagai bank data .
Dalam realitas kehidupan kita ditengah-tengah masyarakat terdapat fakta bahwa masih banyak persoalan /sengketa tanah yang berawal dari belum terciptanya kepastian hukum atas sebidang tanah seperti masih adanya sengketa /perkara dibidang pertanahan sebagai akibat baik karena belum terdaftarnya hak atas tanah maupun setelah terdaftarnya hak atas tanah , dalam artian setelah tanah itu bersertifikat.
Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya , maka pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman mengenai hak –hak atas tanah, yang meliputi :
1. Pengumuman mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal dengan sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah . Adapun implementasi dari asas publisitas ini adalah dengan mengadakan pendaftaran tanah.
2. Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang – bidang tanah yang dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas spesialitas daan implementasinya adalah dengan mengadakan Kadaster.
Dengan demikian ,maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah yang ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah.
Pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur oleh PP. No. 10 tahun 1961 belum berjalan efektif , hal ini selain sasaran utamanya/daerah yang diutamakan adalah daerah –daerah perkotaan, juga menyangkut tata cara , administrasi dan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat pemegang hak atas tanah sangatlah berat dirasakan oleh masayarakat pemegang hak atas tanah serta sosialisasi terhadap pelaksanaan PP itu sendiri belum maksimal. Dengan kondisi tersebut maka tujuan pendaftaran tanah belum tercapai.
Akselerasi dalam pembangunan nasional sangat memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pendaftaran tanah dan oleh karena PP. No. 10 Tahun 1961 dipandang tidak lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Dengan menimbang hal-hal tersebut , maka pemerintah memandang perlu membuat suatu aturan yang lengkap mengenai pendaftaran tanah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk adanya jaminan kepastian hukum dan akhirnya pada tanggal 8 Juli 1997 , Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tidak serta merta menghapuskan keberlakuan PP. No. 10 Tahun 1961, akan tetapi PP. No. 10 tahun 1961 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau diubah atau diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997. ( Pasal 64 ayat 1 PP. No. 24 Tahun 1997).
Objek pendaftaran tanah ini bila dikaitkan dengan sistem pendaftaran tanah maka menggunakan sistem pendaftaran tanah bukan pendaftaran akta, karena sistem pendaftaran tanah ditandai/dibuktikan dengan adanya dokumen Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar, sedangkan pendaftaran akta, yang didaftar bukan haknya, melainkan justru aktanya yang didaftar, yaitu dokumen-dokumen yang membuktikan diciptakannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-perbuatan hokum mengenai hak tersebut kemudian.
Dengan adanya PP. Nomor 24 tahun 1997 ini, kelihatanya program atau kegiatan pendaftaran tanah mulai menggeliat, saat ini pendaftaran tanah sudah berjalan , namun perlu ditingkatkan terus dan mencari solusi yang efektif agar tujuan hakiki dari pendaftaran tanah terutama bagi tanah yang akan didaftar secara sistematis dan sporadik dapat tercapai..
Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negatif mengandung unsur positif , menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pemerintah harus terus mencari cara dan sistem dalam rangka optimalisasi tujuan pendaftaran tanah terutama mengenai asas sederhana . aman dan terjangkau, sehingga golongan ekonomi lemahpun dapat termotifasi untuk mendaftarkan tanahnya terutama secara sistematis dan sporadik, walaupun saat ini sudah ada program Larasita yang lebih mendekatkan pada pelayanan dan bantuan biaya .
Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat diatasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya terutama pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal 32 PP no. 24 tahun 1997,yaitu: :
1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
2. Dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.

Ketentuan pasal ayat (1) Peraturan pemerintah no.24 tahun 1997 merupakan penjabaran dari ketentuan pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti yang
Berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah no.24 Tahun 1997, maka sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sistem publikasi negatif,yaitu sertifikat hanya merupakan surat tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya.
 Dengan demikian, pengadilanlah yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertifikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan penbetulan sebagaiamana mestinya.Ketentuan pasal 32 ayat (1) peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 mempunyai kelemahan, yaitu Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertifikat dikarenakan sewaktu-sewaktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat.


BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1.Setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
2. setiap peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
3. agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik)















DAFTAR PUSTAKA
Sutedi, Adrian, S.H., M.H. 2009. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta : Sinar Grafika.
http://massofa.wordpress.com/2011/01/04/peralihan-hak-atas-tanah-karena-jual-beli-tanah/
Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaranya, Sinar Grafika, Jakarta.
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, (Edisi Revisi), Penerbit Djambatan, Jakarta.
Irwan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya.
Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Jakarta.
Muchtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika Penerbit, Jakarta.
Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group , Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah




[1] Adrian Sutedi, S.H., M.H. 2009. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta : Sinar Grafika, hal.99.