Kamis, 21 Oktober 2010

Bahan Diskusi HI

1. Pengertian

Hukum Internasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law” dalam mata kuliah ini merupakan lapangan hukum publik, di mana kualifikasi publik sering kali tidak disebutkan secara langsung, berbeda dengan hukum Internasional dalam lapangan hukum privat yang sering disebut sebagai “Hukum Perdata Internasional.

Perbedaan antara Hukum Internasional dalam pengertian publik dengan Hukum Perdata Internasional bukanlah ditinjau dari unsur perbedaan subyeknya dengan menyatakan bahwa subyek hukum Internasional Publik adalah negara sedangkan subyek hukum Internasional Perdata adalah individu. Dalam perkembangannya perbedaan semacam ini tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab antara keduannya dapat memiliki subyek hukum negara ataupun individu. Oleh karena itu yang paling tepat adalah dengan meninjau urusan yang diatur oleh keduanya, jika mengatur urusan yang bersifat publik maka disebut sebagai Hukum Internasional Publik tetapi jika mengatur urusan yang bersifat perdata disebut sebagai Hukum Internasional Perdata. Sedangkan Persamaan antara Hukum Internasional Publik dengan Hukum Perdata Internasional adalah bahwa urusan yang diatur oleh kedua perangkat hukum ini adalah sama – sama melewati batas wilayah suatu negara.

Pengertian secara umum dari hukum Internasional adalah, bahwa istilah “hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atau kaidah. Sedangkan istilah internasional menunjukankan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut adalah subyek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subyek hukum bukan negara satu dengan lainnya, serta hubungan antara subyek hukum bukan negara satu dengan subyek hukum bukan negara lainnya.

2. Sejarah
Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa periode evolusi yang terbilang berkembang dengan cepat dan menarik. Fase-fase tersebut dapat kita bagi dan bahas sebagai berikut :
A. Periode Kuno
a. India
Menurut Penyelidikan Bannerjee pada abad Sebelum Masehi, Kerajaan-kerajaan India sudah mengadakan hubungan satu sama lain, baik itu Hubungan antar kasta, suku bangsa dan Raja-raja yang diatur oleh adanya kebiasaan
b. Yahudi
Dalam Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang
c. Yunani
Pada saat itu dibagi menjadi dua Golongan, yaitu Golongan Orang Yunani dan Luar Yunani. Mereka juga sudah mengenal arbitration atau perwasitan dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan terbesar dari masa ini adalah Hukum Ala (Hukum yang berlaku mutlak dimana saja dan berasal dari rasio, menurut Profesor Vinogradoff, hal tersebut merupakan embrio awal yang mengkristalisasikan Hukum yang berasal dari adat istiadat., contohnya adalah dengan todak dapat diganggugugatnya tugas seorang kurir dalam peperangan serta perlunya pernyataan perang terlebih dahulu
d. Romawi
Sebenarnya pada masa ini, orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis Hukum, yaitu Ius Ceville (Hukum bagi Masyarakat Romawi) dan Ius Gentium (bagi Orang Asing). Hanya saja, pada zaman ini tidak mengalami perkembangan pesat, karena pada saat itu masyarakat dunia merupakan satu Imperium, yaitu Imperium Roma yang mengakibatkan tidak adanya tempat bagi Hukum Bangsa-Bangsa. Hukum Romawi tidak menyumbangkan banyak asas. Asas yang kemudian diterima hanyalah asas Pacta Sun Servanda (setiap janji harus ditepati)..
e. Eropa Barat
Pada masa ini, Eropa mengalami masa-masa chaotic (kacaubalau) sehingga tidak memungkinkannya kebutuhan oerangkat Hukum Internasional. Selain itu, selama abad pertengahan, muncul dua hal utama yang menjadi penghalang Evolusi, yaitu kesatuan duniawi dan rohani sebagian besar Eropa dibawah Imperium Romawi Suci dan struktur Feodal Eropa Barat.
B. Periode Modern
Pada periode inilah, Hukum Internasional berkembang dengan sangat pesat. Dimulai pada masa pencerahan atau Renaissance, yang merupakan revolusi keagamaan yang telah memperokporandakanbelenggu kesatuan politik dan rohani Eropa. Teori-teori kemudian dikembangkan pada saat itu untuk menyongsong kondisi secara intelektual.
Perkembangan yang terjadi adalah :
a. Traktat Westphalia
Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional, sebabnya adalah :
1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa .
2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4. Kemerdekaan negara Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Selai itu, Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.
Ciri masyarakat Internasional yang terdapat di Eropa yang dasarnya diletakkan oleh Perjanjian Westphalia. Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang baru ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan :
1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil oper pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internsional.



b. Bermunculan para Pakar Hukum Internasional
i. Hugo Grotius
Hukum Internasionalnya berlaku Hukum Alam yang telah terlepas dari pengaruh keagamaan dan kegerjaan. Banyak didasarkan pada praktek Negara dan perjanjian Negara sebagai Sumber Hukum Internasional.
ii. Fransisco Vittoria
Dalam bukunya Relectio de Indis, bahwa Negara dalam tingkah lakunya tidak boleh bertindak sesuka hati (Ius Intergentes)
iii. Fransisco Suarez
Menulis De Legibius ae deo Legislatore mengemukakan bahwa suatu Hukumatau akedah objektif yang harus dituruti oleh Negara-negara dalam hubungan antara mereka.
iv. Balthazar Ayala & Alberico Gentilis
Pemisahan antara etika agama dan hukum.
v. Christian Wovlf
Suatu negara meliputi Negara-negara
dunia
vi. Zouche, Bynkershoek, dan Von Martens
Receuil Des Traites (kumpulan perjanjian yang masih
merupakan suatu kumpulan yang berharga hingga sekarang)
c. Revolusi Perancis
Pergeseran kekuasaan pemerintahan dari tangan raja ke
tangan rakyat.
d. Konferensi Perdamaian jenewa (1864)
e. Konferensi Perdamaian Den Haag (1899)
f. Konferensi Perdamaian Den Haag (1907)
Melahirkan Mahkamah Arbitrase Permanen yang isinya:
§Negara sebagai kesatuan politik teritorial
§Konferensi Internasional berlaku universal
§Dibentuk mahkamah Internasional Arbitrase permanen
Setelah perjanjian perdamaian Den Haag 1907 (masa konsolidasi),
terjadi:
1. Perjanjian melarang perang untuk mencapai kepentingan
nasional (Briand Kellog Pact 1982, Paris)
2. Didirikan liga bangsa-bangsa 1919 (PBB 1945).
3. Sumber Hukum Internasional
4.1 Pengertian sumber hukum internasional
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formail dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formail adalah sumber hukum yang dilihat dari bentuknya, sedang sumber hukum materiil adalah segala sesuatu yang menentukan isi dari hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu.

4.2 Macam-macam sumber hukum Internasional
Sumber hukum internasional dapat dibedakan berdasarkan
4.2.1 Berdasarkan penggolongannya:
Berdasarkan penggolongannya sumber hukum internasional dibedakan menjadi dua:
4.2.1.a Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional
Para sarjana Hukum Internasional menggolongkan sumber hukum internasional yaitu, meliputi:
1. Kebiasaan
2. Traktat
3. Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
4. Karya-karya Hukum
5. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional

4.2.1.b Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta MAhkamah Internasional
Sumber HUkum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
1. Perjanjian Internasional (International Conventions)
2. Kebiasaan International (International Custom)
3. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara eradab.
4. Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).

Jelas bahwa penggolongan sumber hukum internasional menurut pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta MAhkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini:
a. Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian.
b. Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa:
This propivisons shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree thereto.
“Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
c. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.

4.2.2 Berdasarkan sifat daya ikatnya:
Sumber hukum Internasional jika dibedakan berdasarkan sifat daya ikatnya maka dapat dibedakan menjadi sumber hukum primer dan sumber hukum subsider. Sumber hukum primer adalah sumber hukum yang sifatnya paling utama artinya sumber hukum ini dapat berdiri sendiri-sendiri meskipun tanpa keberadaan sumber hukum yang lain. Sedangkan sumber hukum subsider merupakan sumber hukum tambahan yang baru mempunyai daya ikat bagi hakaim dalam memutuskan perkara apabila didukung oleh sumber hukum primer. Hal ini berarti bahwa sumber hukum subsider tidak dapat berdiri sendiri sebagaimana sumber hukum primer.

4.2.2.a Sumber Hukum Primer hukum Internsional
Sumber hukum Primer dari hukum internasional meliputi:
1. Perjanjian Internasional (International Conventions)
2. Kebiasaan International (International Custom)
3. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara eradab.

Oleh karena sumber hukum internasional nomor 1,2,3 merupakan sumber hukum primer maka Mahkamah Internasional dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan berdasarkan sumber hukum nomor 1 saja, 2 saja, atau 3 saja. Namun perlu diketahui bahwa pemberian nomor 1, 2, 3 tidak menunjukan herarki dari sumber hukum tersebut. Artinya bahwa ketiga sumber hukum tersebut mempunyai kedudukan yang sama tingginya atau yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya dari sumber hukum yang lain.

4.2.2.b Sumber Hukum Subsider
Bahwa yang termasuk sumber hukum tambahan dalam hukum internasional adalah:
4. Keputusan Pengadilan.
5. Pendapat Para sarjana Hukum Internasional yang terkemuka.

Oleh karena sumber hukum internasional nomor 4 dan 5 merupakan sumber hukum subsider maka Mahkamah Internasional tidak dapat memutuskan suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan hanya berdasarkan sumber hukum nomor 4 saja, 5 saja, atau 4 dan 5 saja. Hal ini berarti bahwa kedua sumber hukum tersebut hanya bersifat menambah sumber hukum primer sehingga tidak dapat berdiri sendiri.


4. Subjek & Objek H. Internasional
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namuan, seiring perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hokum internasional itu sendiri. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain.
2. Organisasi Internasional
Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni:
a.
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b.
Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c.
Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
3. Palang Merah Internasional
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss.
4. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.
5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
6. Individu
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional (MNC)
Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan internasional.
Sedangkan objek hukum internasional adalah pokok-pokok permasalahan yang dibicarakan atau dibahas dalam hukum internasional. Namun, kawasan geografis suatu Negara (difined territory) juga dapat dikatakan sebagai objek hukum internasional dikarenakan sifat objek hukum internasional hanya bias dikenai kewajiban tanpa bias menuntuk haknya. Objek hukum merupakan sesuatu yang dapat berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi suatu pokok hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum, biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum.
Contoh-contoh objek hukum internasional adalah:
• Hukum Internasional Hak Asasi Manusia
Hukum Internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang ditunjukkan untuk menjamin perlindungan terhadap pribadi (individu)
• Hukum Humaniter Internasional
Hukum Humaniter Internasional adalah semua norma hokum internasional yang bertujuan memberi perlindungan pada saat timbul konflik bersenjata bukan internasional, kepada anggota pasukan tempur yang tidak bias lagi menjalankan tugasnya lagi, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam pertempuran
• Hukum Kejahatan terhadap Kemanusiaan (massal)
Istilah ini dikeluakan oleh pengadilan Nurenberg untuk perbuatan kejam Nazi Jerman terhadap warga negaranya sendiri. Namun, dewasa ini genosida (pembunuhan massal dilatar belakangi kebencian terhadap etnis, suku tertentu) juga termasuk dalam hukum ini.

5. Teori dasar mengikatnya H. Internasional
Teori-teori Dasar Berlakunya Hukum Internasional
Mengenai dasar berlakunya hukum internasional, terdapat dua aliran atau masab hukum yang menjadi kekuatan mengikat dan berlakunya hukum internasional, yaitu Aliran Hukum Alam dan Aliran Hukum Positif.
1. Aliran Hukum Alam (natural law)
Aliran ini menyatakan bahwa hukum itu berasal dari alam dan diturunkan oleh alam kepada manusia melalui akal atau rasionalnya. Hukum dipandang sebagai suatu yang bersifat universal dan abadi. Menurut para penganut aliran ini, hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional merupakan bagian dari hukum alam. Dengan kata lain hukum internasional adalah hukum alam yang diberlakukan kepada masyarakat bangsa-bangsa atau masyarakat internasional. Oleh karena itu, hukum internasional juga memiliki kekuatan mengikat sama halnya seperti dengan kekuatan mengikat daripada hukum alam.
Kelemahan dari teori ini adalah ketidakjelasan mengenai konsepsi dari hukum alam tersebut. Hal itu mengakibatkan isi dan substansi hukum alam menjadi sangat subjektif karena tergantung dari pendapat atau penafsiran dari pengikutnya masing-masing. Walaupun ada kelemahannya, akan tetapi teori ini juga memiliki peran besar sebagai landasan yang ideal bagi norma hukum pada umumnya. Aliran hukum alam memiliki 2 periodosasi yaitu pada abad pertengahan dengan memiliki ciri keagamaan / ketuhanan yang sangat kuat, dan pada masa setelah abad pertengahan dengan tanpa pengaruh ajaran keagamaan / ketuhanan. Tokoh pada aliran hukum alam antara lain Hugo Grotius dan Emmerich Vattel.
2. Aliran Hukum Positif
Aliran ini muncul karena adanya perubahan sikap dan cara berpikir dari masyarakat, orang-orang tidak lagi berorientasi pada hal-hal yang bersifat ideal dan abstrak (konsep hukum alam) dalam memecahkan masalah, melainkan berorientasi pada hal-hal yang bersifat nyata yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan cara berpikir atas hukum itulah yang menimbulkan aliran baru, yaitu aliran hukum positif.
Menurut aliran ini, hukum itu mengikat masyarakat atau masyarakat tunduk pada hukum, disebabkan karena masyarakat itu sendiri yang menginginkan dan membutuhkan hukum tersebut untuk mengatur kehidupannya. Jika dihubungkan dengan keberadaan hukum internasional, maka dalam aliran Hukum Positif terdapat dua teori atau aliran yaitu Teori Voluntaris dan Aliran Objektivis, kemudian terdapat teori-teori yang termasuk didalamnya yang menjadi kekuatan mengikatnya hukum internasional, antara lain :
A. Teori Voluntaris
Teori ini merupakan teori yang mendasarkan berlakunya hukum Internasional pada kehengak negara. Teori ini dapat dibagi menjadi :
a. teori kehendak negara
George Jellineck menyatakan bahwa negara – negara sebagai suatu pribadi hukum yang memiliki kedaulatan bersedia tunduk pada hukum internasional karena negara-negara tersebut yang menghendakinya. Jadi, berdasarkan kehendaknya, negara-negara tersebut bebas untuk menyatakan diri terikat atau tidak pada hukum internasional. George Jellineck menempatkan kedaulatan negara dalam kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum internasional. Selain George Jellineck, tokoh lain yang menganut teori ini adalah Hegel dan Zorn.
b. teori kehendak bersama
Teori ini disebut juga Vereinbarungs-theorie, yang menyatakan bahwa jika negara–negara tunduk dan terikat pada hukum internasional, hal itu disebabkan karena terdapat kehendak bersama dari negara-negara. Jika suatu saat ada negara yang ingin menarik diri secara sepihak maka harus mendapat persetujuan bersama dari negara-negara lainnya. Hal tersebut juga merupakan manifestasi dari kehendak bersama negara-negara. Kelemahan dari teori ini adalah terlalu menitikberatkan hukum internasional pada perjanjian-perjanjian internasional, padahal masih ada bentuk-bentuk hukum internasional lainnya yang berlaku dan mengikat terhadap negara-negara tanpa didahului dengan persetujuan dan kehendak bersama. Tokoh yang terkenal sebagai penganut teori ini adalah Triepel.
B. Aliran Objektivis
Teori ini dapat dikatakan berdasarkan pada suatu hukum atau norma. Negara-negara (masyarakat negara) tunduk pada hukum internasional karena menghendaki adanya suatu hukum atau norma sebagai sesuatu yang lebih dahulu ada, dan berlaku lepas dari kehendak negara. Teori yang termasuk dalam aliran ini adalah :
a. mashab Wina
Hans Kelsen sebagai pelopor teori ini menyatakan bahwa hukum nasional dan hukum internasional hanyalah bagian-bagian saja dari satu kesatuan hukum yang lebih besar yakni hukum pada umumnya. Berlaku dan mengikatnya hukum internasional karena adanya norma yang lebih tinggi daripadanya. Mengikatnya norma yang tinggi itu karena adanya norma atau hukum yang lebih tinggi lagi, begitu seterusnya hingga sampai pada puncak yang paling tinggi, yang harus diterima sebagai hipotesa awal yang tidak dapat diterangkan secara hukum, yaitu disebut norma dasar atau Grundnorm.
Kelemahan dari teori ini adalah ketidakmampuan untuk menjelaskan alasan dari Grundnorm yang dikatakan sebagai hukum yang paling tinggi dan sebagai norma dasar, padahal itu masih merupakan sebuah hipotesa awal yang bersifat abstrak.
b. mashab Perancis
Disebut juga mashab sosiologis. Teori yang berdasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan Fakta-fakta Kemasyarakatan.
Menurut Mashab Perancis ini, berlaku dan mengikatnya hukum internasional dikembalikan pada kenyataan sosial yaitu kebutuhan adanya hukum untuk terciptanya hidup teratur dan dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat. Tokoh pada teori ini adalah Fauchile, Scelle dan Duguit.

6. Bentuk Perwujudan H. Internasional
Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu :
Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.

Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.
Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.
Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hirarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.
Hukum Internasional yang berlaku umum. Berlaku secara universal untuk semua negara yang dibuat oleh PBB, contohnya: Piagam PBB, Konvensi Hukum Laut 1982, Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang.