DISUSUN OLEH:
MARUPA HASUDUNGAN SIANTURI (090200106)
ESRA STEPHANI (090200140)
NETTY KAROLIN HUTABARAT (090200146)
SHERLY NOVITASARI (090200153)
JOICE SIMATUPANG (090200404)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peralihan hak
atas tanah yang dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali
pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang. Dengan demikian berarti setiap
peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar
menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
Jual beli,
tukar menukar atau hibah ini dalam konsepsi hukum adat adalah suatu perbuatan
hukum yang bersifat terang dan tunai. Dengan terang dimaksudkan bahwa perbuatan
hukum tersebut harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang yang menyaksikan
dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut. Sedangkan dengan tunai
diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum dihadapan PPAT berarti pula
selesainya tindakan hukum yang dilakukan dengan segala akibat hukumnya. Ini
berarti perbuatan hukum tersebut tidak dapat dibatalkan kembali, kecuali
terdapat cacat cela secara substansi mengenai hak atas tanah (hak milik) yang
dialihkan tersebut, atau cacat mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak
atas bidang tanah tersebut.
Dengan
demikian berarti, agar peralihan hak atas tanah, dan khususnya hak milik atas
tanah tersebut dapat terselenggara secara benar, maka seorang PPAT yang akan
membuat peralihan hak atas tanah harus memastikan kebenaran mengenai hak atas
tanah (hak milik) tersebut, dan mengenai kecakapan dan kewenangan bertindak
dari mereka yang akan mengalihkan dan menerima pengalihan hak atas tanah
tersebut.
BAB II
PERMASALAHAN
Yang
menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana
cara peralihan sertifikat hak atas tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997?
2. Bagaimana
menjamin kepentingan hak seseorang dalam peralihan sertifikat hak atas tanah
menurut PP No. 24 Tahun 1997?
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Cara Peralihan sertifikat hak
atas tanah Menurut PP No. 24 Tahun 1997.
Pendaftaran Peralihan Hak atau Balik Nama Sertipikat Hak atas Tanah:
Peralihan hak atas tanah harus dilakukan melalui akta
yang dibuat oleh dan di hadapan pejabat yang berwenang, yaitu:
a)
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT): untuk jual beli,
tukar menukar, hibah, pemasukan ke dalam perusahaan (inbrenk), dan pembagian
hak bersama.
b)
Notaris: untuk peleburan atau penggabungan harta
perusahaan (merger) yang tidak didahului dengan likuidasi perusahaan yang
bergabung atau melebur.
c)
Notaris, Pengadilan, Balai Harta Peninggalan, atau
Kapala Desa dan Camat: untuk pemindahan hak karena waris, tergantung kepada
kedudukan hukum dari para ahli waris.
d)
Developer dan disahkan oleh Pemda: untuk pemisahan Hak
Milik atas Satuan Rumah Susun.
e)
Pejabat Lelang: untuk tanah yang dilelang.
f)
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf: untuk tanah yang
diwakafkan.
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran balik nama:
a)
surat permohonan balik nama,
b)
surat kuasa apabila pengurusannya dikuasakan,
c)
akta tentang perbuatan hukum pemindahan hak tersebut,
d)
bukti identitas pihak yang mengalihkan hak,
e)
bukti identitas penerima hak,
f)
sertipikat hak atas tanah,
g)
ijin pemindahan hak apabila dipersyaratkan,
h)
bukti pelunasan BPHTB berdasarkan UU No.20/2000,
i)
bukti pelunasan PPh berdasarkan PP No.48/1994 jo.
No.27/1996.
Pencatatan
peralihan hak dalam Buku Tanah, Sertipikat, dan Daftar lainnya:
a)
nama pemegang hak lama dicoret,
b)
nama atau nama pemegang hak yang baru dituliskan pada
halaman dan kolom yang disediakan,
c)
sebagai pengesahan peralihan hak maka perubahan
tersebut diparaf dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang serta dibubuhi
stempel atau cap dinas.
a. Peralihan Hak Atas
Tanah karena Jual Beli Tanah
Peralihan
atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak
dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak, maka
dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang
disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada
orang lain. Dengan demikian pemindahannya hak milik tersebut diketahui atau
diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.
Secara
umum terjadinya peralihan hak atas tanah itu dapat disebabkan oleh berbagai
perbuatan hukum antara lain:
a.
Jual beli
b.
Tukar menukar
c.
Hibah
d.
Pemasukan dalam perusahaan
e.
Pembagian hak bersama
f.
Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah
hak milik
g.
Pemberian hak tanggungan
h.
Pemberian kuasa pembebanan hak tanggungan
Sebelum
melakukan peralihan hak atas tanah, antara kedua pihak terlebih dahulu
melakukan perjanjian atau kesepakatan mengenai bidang tanah yang akan dialihkan
haknya tersebut. Tetapi jika diteliti lebih lanjut, maka jual beli yang
dilakukan menurut Hukum Adat bukanlah suatu “perjanjian” sebagaimana yang
dimaksud dalam rumusan KUHPerdata, melainkan suatu perbuatan hukum yang
dimaksudkan untuk menyerahkan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada
pembeli, dan bersamaan dengan itu penjual menyerahkan harganya kepada pembeli.
Jadi antara pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan secara bersamaan,
dan sejak saat itu pula hak atas tanah yang bersangkutan telah berpindah.
Berbeda
halnya dengan sistem Hukum Barat, dimana hak milik atas tanahnya tidak dapat
langsung berpindah kepada sipembeli selama penyerahan yuridisnya belum
dilakukan, karena antara perjanjian jual beli dengan penyerahan yuridisnya
(balik nama) dipisahkan secara tegas, jadi misalnya suatu penyetoran sejumlah
uang dibank untuk si penjual belum berarti tanah yang dijual itu otomatis
menjadi milik sipembeli. Tetapi si pembeli masih harus melakukan suatu
perbuatan hukum lagi yaitu balik nama untuk dikukuhkan sebagai pemilik tanah
yang baru.
Ada
dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam jual beli tanah, yaitu mengenai
subyek dan obyek jual beli tanah. Mengenai subyek jual beli tanah adalah para
pihak yang bertindak sebagai penjual dan pembeli. Yang perlu diperhatikan dalam
hal ini adalah calon penjual harus berhak menjual yaitu pemegang sah dari hak
atas tanah tersebut, baik itu milik perorangan atau keluarga.
Sedangkan
mengenai obyek jual beli tanah adalah hak atas tanah yang akan dijual. Didalam
jual beli tanah, tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya dapat secara sah
menguasai dan mempergunakan tanah, tetapi secara hukum yang dibeli atau dijual
bukan tanahnya tetapi hak atas tanahnya. Dalam subyek jual beli tanah, ada 4
syarat mengenai sahnya suatu pejanjian jual beli hak atas tanah, yaitu:
a.
syarat sepakat yang mengikat dirinya
Dalam
syarat ini berarti kedua pihak sama-sama sepakat untuk mengadakan suatu
perjanjian jual beli yang mutlak dibuatkan sustu perjanjian tertulis berupa
akta yang harus dibuat dan dihadapan Pejabat khusus yaitu PPAT
b.
syarat cakap
Untuk
mengadakan suatu perjanjian perbuatan hukum dalam hal ini perjanjian jual beli
hak atas tanah, maka yang berhak adalah para pihak yang sudah memenuhi syarat
dewasa menurut hukum, sehat pikiran dan tidak berada dibawah pengampuan.
c.
syarat hal tertentu
Apa
yang diperjanjikan harus dicantumkan dengan jelas dalam akta jual beli, baik
itu mengenai luas tanah, letaknya, sertipikat, hak yang melekat demi
mengelakkan kemulut hukum dan hak-hak serta kewajiban kedua pihak harus terulan
dengan jelas.
d.
syarat sebab yang hal
Didalam
pengadaan suatu perjanjian, isi dan tujuan dalam perjanjian itu harus jelas dan
berdasarkan atas keinginan kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan
adanya perpindahan hak milik atas tanah, maka pemilik yang baru akan
mendapatkan tanah hak miliknya dan wajib mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan
setempat, yang sebelumnya dibuat dahulu aktanya dihadapan PPAT.
Didalam
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan :
“Bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah melalui jual beli,
tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya (kecuali lelang) hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut perundang-undangan
yang berlaku”.
e.
Pemindahan Hak dan Penolakan Pendaftaran peralihan
Hak
Didalam
peralihan pemindahan hak adanya pemindahan hak dan penolakan pendaftaran
peralihan hak, yaitu :
1. Pemindahan Hak
a. Peralihan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalm perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan
dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
b. Dalam keadaan
tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor pertanahan
dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara
perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh
PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya
dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan. (Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37)
2. Penolakan
Pendaftaran Peralihan Hak
Dalam
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, diadakan ketentuan yang
mewajibkan Kepala Kantor Pertanahan menolak melakukan pendaftaran peralihan atau
pembebanan hak yang dimohon. Penolakan itu harus dilakukan secara tertulis,
yang disampaikan kepada yang berkepentingan, dengan menyebut alasan-alasannya,
disertai pengembalian berkas permohonannya, dengan tembusan kepada PPAT atau
Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan. Kepala Kantor Pertanahan wajib menolak
melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat
dibawah ini tidak dipenuhi :
a. sertipikat atau
surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan
daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan ;
b. perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT
atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam
keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c. dokumen yang
diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan
tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi
syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang undangan yang bersangkutan;
e. tanah yang
bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f. perbuatan hukum
yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau
g. perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum
didaftar oleh Kantor Pertanahan.
f.
Dasar Hukum
d) setiap
peralihan hak milik atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar
menukar atau hibah harus dibuat di hadapan PPAT.
Dasar-dasar hukum Pendaftaran peralihan hak yaitu:
1. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria
Yang terdapat pada pasal :
a. Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4)
1) Ayat (1) yang berbunyi “Untuk menjamin
kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah”.
2) Ayat (2) yang berbunyi “Pendaftaran
tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a. pengukuran,
perpetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak –
hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut
c.
Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat
3) Ayat (3) yang berbunyi “Pendaftaran tanah
diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu
lintas sosial – ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria”
4) Ayat (4) yang berbunyi “Dalam peraturan
pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk
dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
disebabkan dari pembayaran biaya – biaya tersebut”
b. Pasal 20 ayat (1) dan (2)
1) Ayat (1) yang berbunyi “Hak milik adalah
turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas orang tanah dengan
mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial
)”
2) Ayat (2) yang berbunyi “ Hak milik dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain”
c. Pasal 26 ayat (1)
yang berbunyi “ Jual–beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,
pemberian menurut adat dan peraturan–peraturan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah”
2. Kitab Undang – undang Hukum Perdata
(KUHPer)
Yang terdapat pada buku ke III bab kelima
tentang jual beli, pada pasal:
a. Pasal 1457 yang
berbunyi “ jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
b. Pasal 1458 yang
berbunyi “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara keduabelah pihak,
seketika setelahnya orang–orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut
dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum
dibayar”
c. Pasal 1459 yang
berbunyi “ Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada
sipembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Yang terdapat pada pasal ;
a. Pasal 1 ayat (1) yang
berbunyi “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik
dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah
dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan milik atas satuan rumah susun
serta hak – hak tertentu yang membebaninya”
b. Pasal 7 ayat (1) yang
berbunyi “PPAT sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri”
c. Pasal 26 ayat (2)
yang berbunyi “Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, kepala Kantor Pertanahan
dibantu oleh PPAT dan jabatan lain yang ditugaskan untuk pelaksanaan
kegiatan–kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan
Perundang – undangan yang bersangkutan”.
d. Pasal 23 ayat (2)
yang berbunyi “Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang
hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna
bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik”
e. Pasal 37 ayat (1)
dan (2)
1) Ayat (1) yang
berbunyi “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jabatan, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perubahan
hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya
dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku”.
2) Ayat (2) yang
berbunyi “Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri,
Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak
milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan
akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan
tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang
bersangkutan”.
f. Pasal 39 ayat (1)
Yang berbunyi “
PPAT wajib menolak membuat akta, jika :
1. mengenai bidang
tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, kepadanya
tidak disampaikan sertipikat asli yang bersangkutan atau sertipikat yang
diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan;
2. mengenai bidang
tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
a)
surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa
yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat(2);
b)
surat keterangan yang menyatakan, bahwa bidang
tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan atau untuk
tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari
pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. salah satu atau
para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah
satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi
syarat untuk bertindak;
4. salah satu
pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak, yang pada
hakikatnya berisiskan perbuatan hukum pemindahan hak;
5. untuk perbuatan
hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau Instansi yang
berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan Perundang-undangan
yang berlaku;
6. obyek perbuatan
hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data
yuridis, hal mana harus ditanyakan oleh PPAT kepada para pihak sebelum dibuat
aktanya;
7. tidak dipenuhi
syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
g. Pasal 45
Yang berbunyi “Kepala Kantor Pertanahan
menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah
satu syarat dibawah ini tidak terpenuhi:
1. sertipikat atau surat keterangan tentang
keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada
Kantor Pertanahan;
2. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
3. dokumen yang diperlukan untik pendaftaran
peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;
4. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan
dalm peraturan perundangundangan yang bersangkutan;
5. tanah yang bersangkutan merupakan obyek
sengketa di Pengadilan;
6. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta
PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pangadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;atau
7. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor
Pertanahan.
h. Pasal 56
Yang berbunyi “Pendaftaran perubahan data
pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan
mencatatnya didalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti nama pemegang hak
tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku”
b.
Peralihan Hak – Hibah
Hibah tanah merupakan pemberian
seseorang kepada orang lain dengan tidak ada penggantian apapun dan dilakukan
secara sukarela, tanpa ada kontraprestasi dari pihak penerima pemberian, dan
pemberian itu dilangsungkan pada saat si pemberi masih hidup.
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960
2. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1997 Juncto Undang-Undang Nomor20 Tahun 2000
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 48
Tahun 1994 Juncto Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1996
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002
6. Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997
7. SE Kepala
BPN Nomor 600-1900 tanggal 31 Juli 2003
Persyaratan:
1.Surat:
a. Permohonan
b. Kuasa otentik, jika permohonannya
dikuasakan *).
2. Sertipikat hak atas
tanah/Sertipikat HMSRS
3. Akta Hibah dari PPAT
4.
Fotocopy identitas diri pemegang hak, penerima hak dan
atau kuasanya yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.
5.
Bukti pelunasan :
a. BPHTB;
b. PPh Final.
6.
Foto copy SPPT PBB tahun berjalan.
7.Ijin Pemindahan
Hak,
dalam hal di dalam sertipikat/keputusannyadicantumkan
tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan
apabila telah diperoleh ijin
dari instansi yangberwenang;
Biaya dan Waktu:
1.
Biaya: Rp. 25.000,- / Sertipikat
2.
Waktu: Paling lama 5 (lima) hari.
Keterangan:
3. *) untuk daerah yang belum ada pejabat publik yang
berwenang untuk itu, dapat menggunakan
surat kuasa di bawah tangan.
4.
**) untuk yang terkena
obyek BPHTB dan atau PPh
Kekuatan
hukum akta hibah terletak pada fungsi akta autentik itu sendiri yakni sebagai
alat bukti yang sah menurut undang-undang(Pasal 1682, 1867, dan 1868 BW)
sehingga hal ini merupakan akibat langsung yang merupakan keharusan dari
ketentuan perundang-undangan, bahwa ada akta-akta autentik sebagai alat
pembuktian. Ketetapan, kepastian dan kebenaran informasi yang tertuang dalam
akta hibah tanah juga sangat menentukan bagi proses pendaftaran dan pemberian
perlindungan hak atas tanah bagi pemberi hibah, para ahli waris pemberi hibah,
dan penerima hibah.
c. Peralihan
Hak - Pemasukan dalam perusahaan
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
2. Undang-Undang
No. 21 Tahun 1997 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2000.
4. Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
8. Peraturan
Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.
9. Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional.
10. Surat
Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional No.600-1900 Tanggal 31 Juli
2003.
Persyaratan:
1. Surat
Pengantar dari PPAT.
2. Surat
Permohonan.
Formulir permohonan memuat:
a) Identitas
diri
b) Luas,
letak dan penggunaan tanah yang dimohon
c) Pernyataan
tanah tidak sengketa
d) Pernyataan
tanah dikuasai secara fisik
3. Sertipikat
Asli.
4. Akta
Pemasukan ke dalam Perusahaan.
5. Akta
Pendirian perusahaan/ Badan Hukum yang disahkan Departemen Kehakiman
6. Identitas
diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP dan KK yang masih
berlaku dan dilegalisir oleh pejabat berwenang). KTP asli diperlihatkan untuk
semua kegiatan.
7. Surat
kuasa, jika permohonannya dikuasakan.
8. Bukti
pelunasan SSB BPHTB.
9. Bukti
pelunasan SSP Pph Final (untuk Pph apabila hibah vertikal tidak diperlukan).
10. SPPT
PBB tahun berjalan
11. Ijin
Pemindahan Hak, jika:
1. Pemindahan
Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Rumah
Susun yang di dalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut
hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang
berwenang;
2. Pemindahan
hak pakai atas tanah negara.
12. Surat
Pernyataan calon penerima hak, yang menyatakan:
1. Bahwa
yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak
atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum
penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Bahwa
yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak
atas tanah absentee (guntai)
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku
3. Bahwa
yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada
12a dan 12b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee
tersebut menjadi obyek landreform
4. Bahwa
yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan
sebagaimana dimaksud pada 12a dan 12b tidak benar
Biaya dan Waktu
Sesuai
ketentuan Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan
negara bukan pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia
1. Biaya:
Rp. 25.000,- / Sertipikat
2. Waktu:
3 hari kerja.
3. 1
(satu) hari kerja = 8 (delapan) jam.
d. Peralihan
Hak Atas Tanah Karena Pewarisan.
Peralihan hak atas tanah karena
pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak atau pewaris meninggal
dunia, sejak saat itu para ahli waris menjadi pemegang hak atas tanah yang
baru. Mengenai siapa saja yang menjadi ahli waris diatur oleh hukum yang berlaku
pada para ahli waris. Peralihan hak atas tanah karena warisan harus didaftarkan
pada Kantor Pertanahan sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yang bertujuan
memberikan kepastian hukum, menyediakan informasi serta untuk terselenggaranya
tertib administrasi pertanahan.
Dimana PPAT adalah pejabat yang
berwenang untuk membuat akta sebagai dasar peralihan dan pendaftarannya.
Penelitian ini menelaah mengenai kekuatan pembuktian akta di bawah tangan yang
dijadikan sebagai dasar peralihan suatu hak atas tanah, serta bagaimana
pelaksanaannya di dalam praktek pendaftaran pada kantor Pertanahan Kota.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode pendekatan yuridis-empiris, spesifikasi penelitian yang bersifat
deskriptif analitis, sumber data yang dipakai adalah data primer yang berupa
data yang langsung didapatkan dalam penelitian di lapangan dan data sekunder
yaitu data yang diperlukan untuk melengkapi data primer.
Populasi berupa seluruh objek atau
seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti, teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan purposive sampling, metode analisis data yang digunakan adalah
metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh adat
yang masih kuat melekat dalam masyarakat yang menjadi pertimbangan bahwa akta
yang dibuat secara dibawah tangan dapat dijadikan sebagai dasar peralihan suatu
hak atas tanah karena pewarisan, walaupun akta yang dibuat secara dibawah
tangan dikhawatirkan dapat menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Peralihan hak atas tanah karena
pewarisan diatur dalam Pasal 42 ayat 1-ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jika bidang tanah yang merupakan warisan
belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen berupa :
1. Surat
bukti (berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang
bersangkutan), atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan
bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut; dan
2. Surat
keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
bersertipikat dari kantor pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah
yang jauh dari kedudukan kantor pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan
dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
e. Peralihan
Hak Atas Tanah Karena Penggabungan atau Peleburan Perseroan atau Koperasi.
Peralihan hak atas tanah karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi diatur dalam pasal 43 ayat
1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. Peralihan hak atas tanah ini, tidak didahului dengan likuidasi perseroan
atau koperasi yang bergabung atau melebur, melainkan dapat didaftar berdasarkan
akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau
koperasi yang bersangkutan setelah penggabungan atau peleburan tersebut
disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
II.
Kepentingan hak peralihan sertifikat hak atas tanah
Pasal
28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa :
“ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum “. Selanjutnya Pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “ Bumi , air, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “ Bagi Negara Republik Indonesia ,
yang susunan perekonomiannya dan corak kehidupannya masih bersifat agraris maka
tanah mempunyai fungsi dan peranan yang mencakup berbagai aspek penghidupan dan
kehidupan masyarakat, bukan hanya aspek ekonomis belaka tetapi juga menyangkut
aspek-aspek yang non ekonomis, apalagi tanah merupakan segala-galanya bagi
masyarakat yang peranannya bukan hanya sekedar faktor produksi melainkan pula
mempunyai nilai untuk mendukung martabatnya sebagai manusia.
Berbagai pengalaman historis telah membuktikan bahwa tanah sangat lengket
dengan perilaku masyarakat bahkan tanah dapat menimbulkan masalah bila
sendi-sendi perubahan tidak memiliki norma sama sekali. Betapa pentingnya tanah
sebagai sumber daya hidup, maka tidak ada sekelompok masyarakatpun di dunia ini
yang tidak memiliki aturan-aturan atau norma-norma tertentu dalam masalah
pertanahan ini, penduduk bertambah , pemikiran manusia berkembang, dan
berkembang pulalah sistem , pola, struktur dan tata cara manusia menetukan
sikapnya terhadap tanah. Seiring dengan perubahan dan perkembangan pola pikir,
pola hidup dan kehidupan manusia maka dalam soal pertanahanpun terjadi
perubahan, terutama dalam hal pemilikan dan penguasaannya dalam hal ini tentang
kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah yang sedang atau yang akan
dimilikinya. Denganadanyapersoalanpersoalan, baik mengenai pertambahan penduduk
maupun perkembangan ekonomi, maka kebutuhan terhadap tanah dalam kegiatan
pembangunan akan meningkat. Berdasarkan kenyataan ini, tanah bagi penduduk
Indonesia dewasa ini merupakan harta kekayaan yang paling tinggi nilainya dan
juga merupakan sumber kehidupan, maka dari itu jengkal tanah dibela sampai
titik darah penghabisan apabila hak tanahnya ada yang mengganggu. Untuk menjaga
jangan sampai terjadi sengketa maka perlu diadakan pendaftaran tanah. Sadar
akan tugas dan kewajibannya itu maka pemerintah telah menetapkannya pada pasal
19 UUPA yang pada ayat (1) nya menyatakan bahwa : “ Untuk menjamin kepastian
hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur degan Peraturan Pemerintah “.
Selanjutnya pada ayat (2) nya memberikan rincian bahwa pendaftaran tanah yang
disebut pada ayat(1) tersebut meliputi :
a) Pengukuran,
pemetaan, dan pembukuan tanah
b) Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c) Pemberian
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Sebagai implementasi dari pasal 19 ayat (1) dan (2) ini maka dikeluarkanlah
Peraturan Pemerintah di bidang Pendaftaran Tanah yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 mengenai Pendaftaran Tanah. Dan pendaftaran tanah dimaksud
dijejaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 pada pasal 2 ayat (1)
nya yaitu harus dilakukann desa demi desa atau daerah-daerah yang setingkat
dengan itu.
d) Dengan
melihat konsepsi pasal 19 ayat (1 dan 2 ) UUPA serta pasal 2 ayat (1) PP Nomor
10 tahun 1961 tersebut di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa pendaftaran
tanah adalah perlu demi terciptanya kepastian hukum dan kepastian hak atas
tanah. Dalam pelaksanaan pendaftaran ini, pemerintah akan melaksanakan secara
sederhana dan mudah dimengerti dan secara berangsur-angsur. Konsepsi logis dari
semua itu adalah ayat 2 c pasal 19 UUPA yaitu “ akan diberikan tanda bukti
hak/surat bukti hak , di mana surat-surat bukti hak tersebut akan berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat. Inilah fungsi pokok sebenarnya dari
pendaftaran tanah.
Jadi jelaslah sebenarnya bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah. Pendaftaran
Tanah adalah tugas dan beban pemerintah akan tetapi untuk mensukseskannya/
keberhasilannya sangat tergantung pada partisipasi aktif / peranan masyarakat
terutama pemegang hak. Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10
tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh
PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negatif mengandung unsur positif ,
menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status
kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan
tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang
melekat di atasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja
Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran
tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya
pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor
Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak
terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat
menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya
sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa
memutakhirkan datanya terutama buku tanah sebagai bank data .
Dalam realitas kehidupan kita ditengah-tengah masyarakat terdapat fakta bahwa
masih banyak persoalan /sengketa tanah yang berawal dari belum terciptanya
kepastian hukum atas sebidang tanah seperti masih adanya sengketa /perkara
dibidang pertanahan sebagai akibat baik karena belum terdaftarnya hak atas
tanah maupun setelah terdaftarnya hak atas tanah , dalam artian setelah tanah
itu bersertifikat.
Sehubungan
dengan pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai
subjek maupun objeknya , maka pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman
mengenai hak –hak atas tanah, yang meliputi :
1.
Pengumuman mengenai subjek yang menjadi pemegang hak yang dikenal dengan
sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui
tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah . Adapun implementasi dari asas
publisitas ini adalah dengan mengadakan pendaftaran tanah.
2.
Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang – bidang tanah yang
dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas
spesialitas daan implementasinya adalah dengan mengadakan Kadaster.
Dengan
demikian ,maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu
melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek
atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah
yang ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah.
Pelaksanaan
pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur oleh PP. No. 10 tahun 1961 belum
berjalan efektif , hal ini selain sasaran utamanya/daerah yang diutamakan
adalah daerah –daerah perkotaan, juga menyangkut tata cara , administrasi dan
biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat pemegang hak atas tanah sangatlah
berat dirasakan oleh masayarakat pemegang hak atas tanah serta sosialisasi
terhadap pelaksanaan PP itu sendiri belum maksimal. Dengan kondisi tersebut
maka tujuan pendaftaran tanah belum tercapai.
Akselerasi dalam pembangunan nasional sangat memerlukan dukungan jaminan
kepastian hukum di bidang pendaftaran tanah dan oleh karena PP. No. 10 Tahun
1961 dipandang tidak lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih
nyata pada pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Dengan
menimbang hal-hal tersebut , maka pemerintah memandang perlu membuat suatu
aturan yang lengkap mengenai pendaftaran tanah yang dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat untuk adanya jaminan kepastian hukum dan akhirnya pada tanggal 8
Juli 1997 , Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997. Dengan berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tidak serta merta menghapuskan
keberlakuan PP. No. 10 Tahun 1961, akan tetapi PP. No. 10 tahun 1961 tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan atau diubah atau diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997. ( Pasal 64 ayat 1 PP. No. 24 Tahun 1997).
Objek pendaftaran tanah ini bila dikaitkan dengan sistem pendaftaran tanah maka
menggunakan sistem pendaftaran tanah bukan pendaftaran akta, karena sistem
pendaftaran tanah ditandai/dibuktikan dengan adanya dokumen Buku Tanah sebagai
dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan
serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar,
sedangkan pendaftaran akta, yang didaftar bukan haknya, melainkan justru
aktanya yang didaftar, yaitu dokumen-dokumen yang membuktikan diciptakannya hak
yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-perbuatan hokum mengenai hak
tersebut kemudian.
Dengan
adanya PP. Nomor 24 tahun 1997 ini, kelihatanya program atau kegiatan
pendaftaran tanah mulai menggeliat, saat ini pendaftaran tanah sudah berjalan ,
namun perlu ditingkatkan terus dan mencari solusi yang efektif agar tujuan hakiki
dari pendaftaran tanah terutama bagi tanah yang akan didaftar secara sistematis
dan sporadik dapat tercapai..
Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem
Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997
adalah asas negatif mengandung unsur positif , menghasilkan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Pemerintah
harus terus mencari cara dan sistem dalam rangka optimalisasi tujuan
pendaftaran tanah terutama mengenai asas sederhana . aman dan terjangkau,
sehingga golongan ekonomi lemahpun dapat termotifasi untuk mendaftarkan
tanahnya terutama secara sistematis dan sporadik, walaupun saat ini sudah ada
program Larasita yang lebih mendekatkan pada pelayanan dan bantuan biaya .
Jadi
kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas
tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian
baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat diatasnya termasuk
dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus
lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai
tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi
pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa
melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam
pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum
yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau
sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya
terutama pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal 32 PP
no. 24 tahun 1997,yaitu: :
1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya,sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang
ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
2. Dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah
atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad
baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak
atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam
waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan
secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang
bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan
tanah atau penerbitan sertifikat.
Ketentuan pasal ayat (1) Peraturan pemerintah no.24 tahun 1997 merupakan
penjabaran dari ketentuan pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), Pasal
32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah
menghasilkan surat tanda bukti yang
Berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah no.24 Tahun 1997, maka sistem publikasi pendaftaran tanah
yang dianut adalah sistem publikasi negatif,yaitu sertifikat hanya merupakan
surat tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data
yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus
diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada
alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya.
Dengan demikian, pengadilanlah yang berwenang
memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertifikat tersebut
tidak benar, maka diadakan perubahan dan penbetulan sebagaiamana mestinya.Ketentuan
pasal 32 ayat (1) peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 mempunyai kelemahan,
yaitu Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang
disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertifikat dikarenakan
sewaktu-sewaktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas
diterbitkannya sertifikat.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1.Setiap peralihan hak milik
atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah
harus dibuat di hadapan PPAT.
2. setiap peralihan hak milik
atas tanah, yang dilakukan dalam bentuk jual beli, tukar menukar atau hibah
harus dibuat di hadapan PPAT.
3. agar peralihan hak atas
tanah, dan khususnya hak milik atas tanah tersebut dapat terselenggara secara
benar, maka seorang PPAT yang akan membuat peralihan hak atas tanah harus
memastikan kebenaran mengenai hak atas tanah (hak milik)
DAFTAR PUSTAKA
Sutedi,
Adrian, S.H., M.H. 2009. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta :
Sinar Grafika.
http://massofa.wordpress.com/2011/01/04/peralihan-hak-atas-tanah-karena-jual-beli-tanah/
Adrian
Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaranya, Sinar Grafika, Jakarta.
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, (Edisi Revisi), Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Irwan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola,
Surabaya.
Maria
S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,
Kompas Jakarta.
Muchtar
Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika Penerbit,
Jakarta.
Urip
Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media
Group , Jakarta.
Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah