Sabtu, 17 November 2012

utilitarianisme


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG MASALAH

Aturan hukum sangat diperlukan untuk mengatur kepentingan-kepentingan tidak hanya antar individu tetapi juga antar lembaga atau badan hukum lainnya. Hukum adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan aturan-aturan tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal, tetapi seperangkat aturan yang memilki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem.
Konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan satu aturan saja. Pernyataan bahwa hukum adalah suatu tata aturan tentang perilaku manusia tidak berarti bahwa tata hukum hanya terkait dengan perilaku manusia, tetapi juga dengan kondisi tertentu yang terkait dengan perilaku manusia.
Setiap aturan hukum mengharuskan manusia melakukan tindakan tertentu atau tidak melakukan tertentu dalam kondisi tertentu. Kondisi tersebut tidak harus berupa tindakan manusia, tetapi dapat juga berupa suatu kondisi. Namun, kondisi tersebut baru dapat masuk dalam suatu aturan jika terkait dengan tindakan manusia, baik sebagai kondisi atau sebagai akibat. Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan. Untuk menjaga agar peraturan- peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Pertanyaan mengenai apa itu hukum” tampaknya adalah suatu pertanyaan yang sangat mendasar dan sangat tergantung dari konsep pemikiran dari hukum itu sendiri, sehingga jawabannya pun mungkin akan terus berkembang sesuai mazhab dan aliran-aliran yang dikemukakan dalam melakukan pendekatan secara kualitatif tentang makna hukum.
 Perkembangan masyarakat akan mengakibatkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum juga semakin kompleks, banyak bermunculan pemikiran dari pakar-pakar hukum yang melahirkan aliran-aliran atau mazhab-mazhab. Salah satu aliran yang akan dibahas adalah aliran utilitarianisme yang dapat dimasukkan dalam ajaran moral-praktis. Penganut aliran utilitarianisme ini menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Pandangannya didasarkan pada falsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat mencari kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya. Hukum harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat dan memberikan rasa kesehjateraan.
Salah satu penganut aliran utilitarianisme adalah Jeremy Bentham yang inti ajarannya yaitu “tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan the greatest heppines of the greatest number(kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang)”. 
Sistem hukum Indonesia sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas unsur-unsur hukum, dimana diantara unsur hukum yang satu dan yang lain saling berkaitan, saling mempengaruhi serta saling mengisi. Oleh karenanya pembicaraan satu bidang atau unsur subsistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari yang lain, sehingga mirip dengan tubuh manusia, unsur hukum bagaikan suatu organ yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain.
Kajian Filsafat hukum dapat membawa pada pemikiran dalam menemukan hukum yang hakiki. Setiap Aliran dalam Filsafat hukum memberi sumbangsih pada perjalanan hukum, Salah satu aliran Filsafat Hukum itu akan dikaji dengan melihat relevansinya pada hukum di Indonesia. Aliran utilitarianis merupakan salah satu aliran yang menarik untuk dikaji karena merupakan aliran yang melihat tujuan hukum sebagai kemanfaatan bagi masyarakat.


B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas :
1.      Apa pengertian dan konsep dasar serta kajian teoritis dari Utilitarianisme?
2.      Bagaimana relevansi antara aliran Utilitarianisme dengan hukum positif di Indonesia?
3.      Bagaimana implementasi prinsip-prinsip aliran Utilitarianisme pada pencapaian tujuan hukum modern di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian dan Konsep Dasar Utilitarianisme
Utiliatarianisme merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan meminimalkan biaya dan mamaksimalkan keuntungan. Utilitarianisme dalam pengertian yang paling sederhana, menyatakan bahwa tindakan atau kebijaksanaan yang secara moral benar adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat. “Utilitarianisme” berasal dari kata Latin, utilis yang berarti “bermanfaat”.

Menurut Weiss terdapat tiga konsep dasar mengenai utilitarianisme sebagai berikut :
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu membuat hal terbaik untuk banyak orang yang dipengaruhi oleh tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika terdapat manfaat terbaik atas biaya – biaya yang dikeluarkan, dibandingkan manfaat dari semua kemungkinan yang pilihan yang dipertimbangkan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu secara tepat mampu memberi manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk masa depan pada setiap orang dan jika manfaat tersebut lebih besar daripada biaya dan manfaat alternatif yang ada.

·         Kajian Teoritis Utilitarianisme
·         Ciri-Ciri Utilitarianisme
1.      Kritis.
Utilitarianime berpandangan bahwa kita tidak bisa begitu saja menerima norma moral yang ada. Utilitarianisme mempertanyakan norma itu. Sebagai contoh, seks sebelum nikah. Bagi penganut utilitarianisme, seks sebelum nikah itu belum tentu buruk. Harus dianalisis dulu apakah kegunaan seks pra nikah itu. Apakah akibat baik yang ditimbulkan seks pra nikah itu lebih besar daripada akibat buruknya. Kalau akibat baiknya lebih besar maka seks pra nikah itu bukan saja tidak dapat dilarang tetapi wajib dilakukan. Kalau akibat buruk seks pra nikah itu lebih besar maka seks pra nikah itu wajib dilarang.

2.Rasional.
Rasional yang mempunyai 
definisi yaitu dapat diterima oleh akal dan pikiran dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Biasanya kata rasional ditujukan untuk suatu hal atau kegiatan yang masuk diakal dan diterima dengan baik oleh masyarakat . Rasional juga berarti norma - norma yang sudah baku di dalam masyarakat dan telah menjadi suatu hal yang biasa dan permanen. Utilitarianisme tidak menerima saja norma moral yang ada. Ia mempertanyakan dan ini mengandaikan peran rasio. Utilitarianisme ini bersifat rasional karena ia mempertanyakan suatu tindakan apakah berguna atau tidak.

3.Teleologis.
 Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia. Utilitarianisme itu bersifat teleologis karena suatu tindakan itu dipandang baik dari tujuannya. Artinya suatu tindakan itu mempunyai tujuan dalam dirinya sehingga dapat dipandang baik.

4.Universalis.
Semboyan yang terkenal dari utilitarianisme adalah sesuatu itu dianggap baik kalau dia memberi kegunaaan yang besar bagi banyak orang. Hal ini sering dipakai dalam bidang politik dan negara. Contoh, di kota A akan dibangun jalan tol karena itu beberapa rumah akan kena gusur. Dengan alasan demi kepentingan yang lebih besar dan kepentingan orang banyak, pemerintah akan meminta mereka yang rumahnya kena gusur agar pindah. Tindakan menggusur ini dianggap benar karena penggusuran itu dilakukan demi kepentingan yang lebih besar dibandingkan kepentingan mereka yang rumahnya digusur.

·         Teori Utilitarianisme
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam:
a.       Utilitarianisme Perbuatan. Utilitarianisme Perbuatan menganggap sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan tersebut mungkin menghasilkan kebaikan yang lebih besar dari pada kejahatan. Dan sebaliknya suatu tindakan dianggap buruk atau salah  jika  menghasilkan  kejahatan  lebih banyak  dibanding kebaikan.

Utilitarianisme Perbuatan
a.    Ajaran Jeremy Bentham
Jeremy Bentham sangat percaya bahwa hukum harus dibuat secara utiltarianistik, melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan, kesenangan dan kepuasan manusia. Dalam hukum tidak ada masalah kebaikan atau keburukan, atau hukum yang tertinggi  atau yang tertinggi dalam ukuran  nilai. Bentham berpandangan bahwa tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Bentham mengusulkan suatu klasifikasi kejahatan yang didasarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan yang terakhir ini diukur berdasarkan kesusahan atau pederitaan yang diakibatkannya terhadap para korban dan masyarakat. Suatu pelanggaran yang merugikan orang lain, menurut Bentham sebaiknya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Pemindahan, menurut Bentham, hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan lebih besar. 
Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai berikut :
1.  Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu baru orang banyak. Prinsip utiliti Bentham berbunyi the greatest heppines of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang.
2.  Prinsip itu harus diterpkan secara Kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama.
3.  Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan :
a)    To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup)
b)    To Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah)
c)    To provide security (untuk memberikan perlindungan)
d)    To attain equity (untuk mencapai persamaan)
b.    Ajaran John Stuart Mill
John Stuart Mill (1806) seorang filsuf besar Inggris, dalam bukunya utilitarianism (1864).
Inti ajaran John Stuart Mill adalah :
1)    Mill mengkritik pandangan Bentham bahwa kesenangan dan kebahagiaan harus diukur secara kuantitaf. Menurutnya, kulaitasnya juga perlu dipertimbangan, karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah. Kualitas kebahagiaan disini diukur secara empiris
2)    Kebahagiaan yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan yang terlibat dalam suatu kejadian, bukan kebahgiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku utama.
Bodenheimer (1974: 88) menguraikan pandangan Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan masyarakat.
c.    Ajaran Rudolf von Jhering (1918-1982)
Keseluruhan ajaran Jhering tentang hukum yaitu :
1)    Jhering menolak pandangan von Savigy yang berpendapat bahwa hukum timbul  dari  jiwa  bangsa  secara   spontan.  Menurut Jhering, contoh Hukum
2)    Romawi, dapat dikaterisir sebagai suatu System des disciplin Egoismus (sitem egoisme yang berdisiplin). Disini hukum digabungkan dengan egoisme bangsa. Penggabungan itu dianggap berguna bagi bangsa yang dapat diterima sebagai hukum. Jadi Jhering menganut positivisme utilistis.
3)    Karena hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara, maka tentu saja hukum itu tidak lahir spontan, melainkan dikembangkan secara sistematis dan rasional, sesuai dengan perkembangan kebutuhan negara. Jhering mengakui ada pengaruh jiwa bangsa, tetapi tidak spontan, yang penting bukan jiwa bangsa, tetapi pengelolahan secara rasional dan sistematis, aga menjadi hukum positif.
4)    Pengelolahan hukum dinamai Jhering dengan istilah Tekhnik Hukum. Teknik Hukum ini tidak hanya diperhatikan materi atau isi kaidah-kaidah hukum, melainkan memperhatikan segi formalnya. Teknik hukum adalah metode yang digunakan pakar-pakar hukum untuk menguasai hukum positif secara rasional, dengan tujuan agar hukum dapat diterapkan secara tepat pada perkara-perkara konkret.
5)    Rasionalisai hukum dalam teknik hukumnya Jhering itu berlangsung dua tahap :
a)    Penyerdehaan bahan hukum dari sudut kuantitas. Bermaksud demi rasionalisasi hukum, maka kaidah-kaidah hukum sedapat mungkin dikurangi jumlahnya. Caranya adalah
-   Analisis yuridis : bahan hukum dipelajari isinya
-   Konsentrasi logis : bahan hukum dipandang dalam lingkup ide-ide tertentu
-   Sistemetik yuridis : bahan hukum diberi suatu aturan yang tepat
-   Penetuan terminoligis : dicari terminologi yang cocok bagi ilmu hukum.
-   Ekojomi yuridis : jumlah aturan semaksimalnya dikurangi. Tinjauan ekonmus ini menguasai seluruh proses ini, yakni diusahakan untuk menghemat pikiran.
b)    Peneyederhanaan tahap kedua adalah penyederhanaan bahan hukum dari sudut kualitas.
Rasionalisasi kedua ini bahwa hukum ditingkatkan menjadi ide-ide dan institusi-institusi hukum. Caranya ialah :
-       Mencari aturan intern tata hukum. Ditujukann pada suatu pengertian menyeluruh tentang tata hukum tertentu.
-       Mempertimbangkan kualitas dan nilai bagian-bagian tata hukum untuk dapat  sampai pada suatu keseimbangan antara bagian-bagian itu.
6)    Teknik hukum ini, khususnya yang kedua, menjadikan bahan hukum bersifat rasional semata, logis dan abstrak. Karena itu ajaran Jhering ini dinamai : begriffjurisprudenz (keahlian hukum berdasarkan logika)
7)    Tetapi kemudian Jhering meninggalkan begriffjurisprudenz dan berganti pandangan bahwa yang menentukan dalam hukum, bukanlah ide-ide rasional, melainkan kepentingan masyarakat. Dengan ini teorinya beralih ke interssenjurisprudenz  (keahlian hukum berdasarkan kepentingan sosial). Hal ini tampak dibawah ini :
....the essense of law a expressed in tis purpose, which was the protection of the interest of sicoety and the individual by coordinating those interest, thus minimazing circumstances likely to laki to conflict. Under the law, interest of society will have precedences in the event or conflict. Tehe needs of men within sosiecty dominanted Jhering’s concept of law.
(Esensi hukum yang tercermin dalam tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan tersebut, termasuk memperkecil kemungkinan terjadinya konflik. Dibawah hukum, kepentingan-kepentingan masyarakat harus lebih didahulukan jika terjadi konflik dengan kepentingan individu. Kebutuhan manusia sebagai warga masyarakat mendominasi konsep-konsep hukum Jhering)
8)    Menurut Jhering
”Law is the sum of the condition of social life in the widest sense of the term, as secured by the power of the state through the sense of the external compulsion.”
(hukum adalah seperangkat kondisi-kondisi kehidupan sosial dalam pengertian yang sangat luas yang ditegakkan oleh kekuasaan negara melalui usaha paksaan dari luar).
9)  Paksaaan dan kekuasaan merupakan uansur esensial hukum, dalam hubungan ini Jhering mengemukakan bahwa :
Legal rules necessitate compulsion and force; without them the rules were like a fire which does not burn.
(Aturan hukum membutuhkan kekuasaan;tanpa itu aturan-aturan bagikan api yang tidak panas).
10)  The function of the law to secure and to maintain the foundation of social life.
11)  Fungsi hukum adalah untuk menjamin dan memelihara pondasi kehidupan sosial.
12)  Jhering memandang esensi hukum merupakan kehendak nyata untuk melindungi kepentingan kehidupan bersama dan kepentingan individu, melalui kordinasi, kemungkinan konflik bisa diperkecil. Di bawah hukum, kepentingan masyarakat harus lebih didahulukan.
13)  Jhering memandang bahwa aktivitas kemasyarakatan diri warga masyarakat seharusnya dikorbankan dan ini hanya mungkin tercapai melalui :asas-asas gerak sosial” (social motion). Gerak sosial ini mendapat tiga jenis pengaruh :
a)    Pengaruh egoistis
Pengaruh egoistis ini dari imbalan dan paksaan, dapat digunakan untuk mengorbankan aktivitas kemasyarakatan berupa :
-       Kegiatan perdagangan melalui paham mementingkan diri sendiri demi keuntungan pribadi, seperti memberi hadiah
-       Implikasi perlakuan unsur paksaan membuat ide hukum dan negar dapat dilaksanakan.
b)    Pengaruh altruistik
-       extra legal  sperti aspek makanan
-   mixed legal, yaitu aspek-aspek kehidupan manusia yang tidak berhubungan dengan hukum paksaan, misalnya self preservation.
-   Purely legal, yaitu aspek-aspek kehidipan yang berhubungan seacara keseluruhan dengan perintah-perintah hukum, misalnya membayar pajak.
c)    Kombinasi pengunaan kedua pengaruh di atas, memungkinkan tercapainya tujuan sosial. Hasilnya adalah bahwa masyarakat dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang terdiri dari tiga jenis.

b.      Utilitarianisme Aturan. Peraturan utilitarianisme membatasi individu pada justifikasi aturan-aturan moral sehingga memungkinkan akan menghasilkan lebih banyak kebaikan dibanding kejahatan. Anggapannya adalah terdapat kemungkinan secara prinsip untuk menghitung kesenangan atau rasa sakit yang dihubungkan dengan keputusan. Filosof Richard B Brant mengusulkan agar sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji dengan prinsip kegunaan. Kalau begitu, perbuatan adalah baik secara moral, bila sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling berguna bagi masyarakat
·         Kelemahan teori Utilitarianisme:
1. Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan, utilitas, kesenangan dan rasa sakit bias diukur. Padahal dalam kenyataannya, kita tidak bias mengukur rasa tersebut. Kita tidak dapat menyetarakan kebahagiaan seseorang dengan orang lain.
2. Distribusi dan intensitas dari kebahagiaan yaitu prinsip menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan dan untuk mendistribusikan kebahagiaan tersebut pada sebanyak mungkin orang. Hal ini sulit dicapai karena untuk mencapai kebahagiaan itupun sangat sulit apalagi dengan pertimbangan sebanyak mungkin orang.
3. Hak minoritas dapat dilanggar dengan konsep utilitarianisme.
4. Utilitarianisme mengabaikan motivasi daan berfokus hanya pada konsekuensi.

2.      Relevansi Aliran Utilitarianisme Pada Hukum di Indonesia
Aliran utilitarianisme memberikan sumbangsih pemikiran hukum pada hukum, dalam hal ini hukum di Indonesia. Relevansinya itu merupakan salah satu pemikiran yang mengkaji bagaimana tujuan hukum itu. Aliran utilsme yang menjelaskan bahwa tujuan hukum adalah memberi kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya orang. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak mungkin), diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa Indonesia) tersebut.
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam Positivisme Hukum, mengingat paham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan cerminan perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio semata.
Kehadiran tradisi negara modern yang mengikat dan tidak bisa dihindari menyebabkan sulitnya tercapai tujuan hukum yang sebenarnya, namun aliran ini dapat dijadikan pemikiran hukum sepanjang masa karena garis pemikirannya berupa pendekatan terhadap hukum ke arah tujuan sosial dan sebagai alat dalam perkembangan sosial. Dalam perkembanngan masyarakat yang semakin kompleks, tujuan hukum selain untuk menjaga ketertiban umum juga dapat menjaga perdamaian kekerabatan yang satu dengan kekerabatan lain , antara orang-orang yang sekutu, dan penduduk yang bertambah banyak yang dimungkinkan terjadi benturan-benturan kepentingan, di sini berarti menjaga ketentraman bagi orang banyak.

3.      Implementasi Prinsip-Prinsip Aliran Utilitarianisme Pada Pencapaian Tujuan Hukum Modern Di Indonesia
Sebelum menjelaskan Implementasi aliran utilitarianisme pada pencapaiian tujuan hukum modern di Indonesia, akan sedikit di uraikan kembali prinsip-prinsip aliran utilitarianisme.
Maksud dari Bentham tidak lain memandang bahwa ukuran baik-buruk suatu perbuatan manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mengandung kebahagiaan atau tidak. Sebagai salah ilustrasi yang ditawarkan Bentham suatu pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dan betapa kerasnya pidan itu tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya dapat diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang lebih besar.
Pendapat yang hampir sama dengan Bentham adalah John Stuart Mill, namun Mill malah memodifikasi maksud “happiness” itu bahwa kebahagiaan sebagai salah satu sumber kesadaran keadilan tidak hanya terletak pada asas ‘kemanfaatan” semata, melainkan rangsangan dalam rangka mempertahankan diri dan perasaan simpati.
Pendapat Bentham dapat diklasifikasikan sebagai utilitarianisme individual, sedangkan Rudolf Von Jhering kemudian menganut utilitarianisme sosial. Jika diamati rangkain teori Jhering merupakan kombinasi pemikiran tiga pemikir dalam aliran pemikiran ilmu hukum yakni Bentham, Mill dan John Austin sebagaimana ia menolak anggapan aliran sejarah yang berpendapat, hukum adalah hasil kekuatan-kekuatan historis murni yang direncanakan dan tidak disadari. Menurut Jhering, hukum mesti dibuat oleh negara atau dasar sepenuhnya untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya kita melihat lagi keadaan Indonesia saat ini, dimana sedang menuju negara modern, hal itu dapat dilihat dengan ikut campur tangan negara dalam mengurusi kepentingan masyarakat. Negara berperan aktif mengatur urusan rakyat. Begitu banyak produk hukum yang tercipta untuk mengatur kepentingan warga negara dengan tujuan hukum yang ingin dicapai adalah menjaga kestabilan & ketertiban hukum. Perkembangan masa yang berlangsung mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan fungsi fungsi yang diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk tetap mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi fungsinya dengan tujuan tujuan yang dicapai. Dalam upaya mencapai hal tersebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan tujuan yang dikehendaki oleh kelompok kelompok sosial maupun kelompok ekonomi yang terdapat pada Negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.
Sistem negara hukum modern di Indonesia cukup baik. Hal ini terlihat dari proses berjalannya pengimplementasian sistem pada beberapa dekade terakhir. Semuanya menujukkan situasi yang cukupstabil baik secara domestik maupun internasional Namun, bukan berarti dengan baiknya performa sistem inimenujukkan bahwa mengejawantahkan sistem ini merupakan suatu keharusan. Walaupun, di antara yang lain, sistem ini merupakan yang terbaik hampir disegala aspek ( militer, ekonomi, pemerintahan, dan lain-lain), tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa selanjutnya akan terbentuk sistem-sistem negara yang baru. Sistem negara modern yang ada saat ini masih tergolong muda untuk menjadi yang terakhir. Banyak hal yang tak terduga yang bisa memaksanya untuk menyesuaikan diri. Sistem negara modern memang seharusnya menyesuaikan diri dengan tuntutan zamannya. Bahkan tak menutup kemungkinan juga bila dalam suatu waktu, pelaksanaan sistem negara modern di Indonesia berbeda dengan negara lainnya. Mungkin namanya akan kekal dan tak tergantikan. Tetapi, substansinya akan senantiasa berubah seiring berputarnya roda kehidupan manusia.
Indonesia telah menginplementasikan prinsip aliran utilitarianisme karena pemerintah dalam setiap produk hukum mempertimbangkan tujuan hukum kemanfaatan untuk masyarakat. Pencapaian tujuan hukum modern di Indonesia menurut aliran utilitarianisme mengarah ke arah yang lebih baik walaupun kurang efektif. Hal itu dikarenakan negara tidak mungkin bisa menjamin kesehjateraan tiap rakyatnya (tiap individu) dan dalam pembetukan hukum banyak dipengaruhi oleh kepentingan elit politik atau kepentingan penguasa. Akhirnya ironis karena hukum tidak dapat betul-betul  menjalankan fungsi sebagaimana mestinya dan tidak dapat sepenuhnya memberi kemanfaatan. Namun pemerintah dengan alat kuasanya selalu membuat kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan warga negara agar tercipta ketertiban umum dan dapat memberi kebahagiaan bagi sebanyak-banyak warganya, meskipun selalu menyelipkan kepentingan pribadi atau kepentingan politik para penguasa.








BAB III
PENUTUP

A.             KESIMPULAN
1.                  Utilitarianisme dalam pengertian yang paling sederhana, menyatakan bahwa tindakan atau kebijaksanaan yang secara moral benar adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi warga masyarakat. Utilitarianisme artinya bermanfaat. Utilitarianisme ini menganggap bahwa tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.
2.                  Utilitarianisme terbagi atas dua jenis yaitu Utilitarianisme perbuatan dan Utilitarianisme Aturan.
3.                  Relevansi aliran utilitariasnisme dalam hukum Indonesia yaitu aliran ini merupakan salah satu pemikiran yang mengkaji bagaimana tujuan hukum itu. Aliran utilitariasnisme menjelaskan bahwa tujuan hukum adalah memberi kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya orang. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi dapat diukur efektif tidaknya suatu hukum di Indonesia dengan melihat baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum dengan bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat bangsa Indonesia tersebut.
4.                  Implementasi aliran utilitarianisme dengan pencapaian tujuan hukum Indonesia sebagai negara modern mengarah ke arah yang lebih baik walaupun kurang efektif. Hal itu dikarenakan negara tidak mungkin bisa menjamin kesejahteraan tiap rakyatnya (tiap individu) dan dalam pembetukan hukum banyak dipengaruhi oleh kepentingan elit politik atau kepentingan penguasa.

Tidak ada komentar: