BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Aturan hukum sangat diperlukan untuk mengatur kepentingan-kepentingan tidak
hanya antar individu tetapi juga antar lembaga atau badan hukum
lainnya. Hukum adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan aturan-aturan
tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan
tunggal, tetapi seperangkat aturan yang memilki suatu kesatuan sehingga dapat
dipahami sebagai suatu sistem.
Konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan
satu aturan saja. Pernyataan bahwa hukum adalah suatu tata aturan tentang
perilaku manusia tidak berarti bahwa tata hukum hanya terkait dengan
perilaku manusia, tetapi juga dengan kondisi tertentu yang terkait dengan
perilaku manusia.
Setiap aturan hukum mengharuskan manusia melakukan tindakan tertentu atau
tidak melakukan tertentu dalam kondisi tertentu. Kondisi tersebut
tidak harus berupa tindakan manusia, tetapi dapat juga berupa suatu
kondisi. Namun, kondisi tersebut baru dapat masuk dalam suatu aturan jika
terkait dengan tindakan manusia, baik sebagai kondisi atau sebagai akibat.
Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai
reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan. Untuk menjaga
agar peraturan- peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima
oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus
sesuai dan tidak bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat
tersebut.
Pertanyaan
mengenai “apa itu hukum” tampaknya adalah suatu pertanyaan
yang sangat mendasar dan sangat tergantung dari konsep pemikiran dari hukum itu
sendiri, sehingga jawabannya pun mungkin akan terus berkembang sesuai mazhab
dan aliran-aliran yang dikemukakan dalam melakukan pendekatan secara kualitatif
tentang makna hukum.
Perkembangan
masyarakat akan mengakibatkan kebutuhan masyarakat terhadap hukum juga semakin
kompleks, banyak bermunculan pemikiran dari pakar-pakar hukum yang melahirkan
aliran-aliran atau mazhab-mazhab. Salah satu aliran yang akan dibahas adalah
aliran utilitarianisme yang dapat dimasukkan dalam ajaran
moral-praktis. Penganut aliran utilitarianisme ini menganggap bahwa
tujuan hukum semata-mata adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang
sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Pandangannya didasarkan pada falsafah sosial bahwa setiap warga masyarakat mencari
kebahagiaan dan hukum merupakan salah satu alatnya. Hukum harus mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat dan memberikan rasa
kesehjateraan.
Salah satu
penganut aliran utilitarianisme adalah Jeremy Bentham yang inti
ajarannya yaitu “tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan the
greatest heppines of the greatest number(kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk
sebanyak-banyaknya orang)”.
Sistem hukum Indonesia
sebagai sebuah sistem aturan yang berlaku di negara Indonesia adalah sistem
yang sedemikian rumit dan luas, yang terdiri atas unsur-unsur hukum, dimana
diantara unsur hukum yang satu dan yang lain saling berkaitan, saling
mempengaruhi serta saling mengisi. Oleh karenanya pembicaraan satu bidang atau
unsur subsistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari yang
lain, sehingga mirip dengan tubuh manusia, unsur hukum bagaikan suatu organ
yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain.
Kajian
Filsafat hukum dapat membawa pada pemikiran dalam menemukan hukum yang hakiki.
Setiap Aliran dalam Filsafat hukum memberi sumbangsih pada perjalanan hukum,
Salah satu aliran Filsafat Hukum itu akan dikaji dengan melihat relevansinya
pada hukum di Indonesia. Aliran utilitarianis merupakan salah satu aliran yang menarik untuk dikaji karena merupakan
aliran yang melihat tujuan hukum sebagai kemanfaatan bagi masyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, maka dalam makalah
ini kami akan membahas :
1. Apa
pengertian dan konsep dasar serta kajian teoritis dari Utilitarianisme?
2. Bagaimana
relevansi antara aliran Utilitarianisme dengan hukum positif di Indonesia?
3. Bagaimana
implementasi prinsip-prinsip aliran Utilitarianisme pada pencapaian tujuan
hukum modern di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Konsep Dasar Utilitarianisme
Utiliatarianisme merupakan suatu tindakan yang dilakukan
dengan meminimalkan biaya dan mamaksimalkan keuntungan. Utilitarianisme dalam
pengertian yang paling sederhana, menyatakan bahwa tindakan atau kebijaksanaan
yang secara moral benar adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi
warga masyarakat. “Utilitarianisme” berasal dari kata Latin, utilis yang
berarti “bermanfaat”.
Menurut Weiss terdapat tiga konsep dasar mengenai utilitarianisme sebagai berikut :
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu membuat hal terbaik untuk banyak orang yang dipengaruhi oleh tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika terdapat manfaat terbaik atas biaya – biaya yang dikeluarkan, dibandingkan manfaat dari semua kemungkinan yang pilihan yang dipertimbangkan.
• Suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu secara tepat mampu memberi manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk masa depan pada setiap orang dan jika manfaat tersebut lebih besar daripada biaya dan manfaat alternatif yang ada.
·
Kajian
Teoritis Utilitarianisme
·
Ciri-Ciri Utilitarianisme
1. Kritis.
Utilitarianime berpandangan bahwa kita tidak bisa begitu saja menerima norma moral yang ada. Utilitarianisme mempertanyakan norma itu. Sebagai contoh, seks sebelum nikah. Bagi penganut utilitarianisme, seks sebelum nikah itu belum tentu buruk. Harus dianalisis dulu apakah kegunaan seks pra nikah itu. Apakah akibat baik yang ditimbulkan seks pra nikah itu lebih besar daripada akibat buruknya. Kalau akibat baiknya lebih besar maka seks pra nikah itu bukan saja tidak dapat dilarang tetapi wajib dilakukan. Kalau akibat buruk seks pra nikah itu lebih besar maka seks pra nikah itu wajib dilarang.
Utilitarianime berpandangan bahwa kita tidak bisa begitu saja menerima norma moral yang ada. Utilitarianisme mempertanyakan norma itu. Sebagai contoh, seks sebelum nikah. Bagi penganut utilitarianisme, seks sebelum nikah itu belum tentu buruk. Harus dianalisis dulu apakah kegunaan seks pra nikah itu. Apakah akibat baik yang ditimbulkan seks pra nikah itu lebih besar daripada akibat buruknya. Kalau akibat baiknya lebih besar maka seks pra nikah itu bukan saja tidak dapat dilarang tetapi wajib dilakukan. Kalau akibat buruk seks pra nikah itu lebih besar maka seks pra nikah itu wajib dilarang.
2.Rasional.
Rasional yang mempunyai definisi yaitu dapat diterima oleh akal dan pikiran dapat ditalar sesuai dengan kemampuan otak. Biasanya kata rasional ditujukan untuk suatu hal atau kegiatan yang masuk diakal dan diterima dengan baik oleh masyarakat . Rasional juga berarti norma - norma yang sudah baku di dalam masyarakat dan telah menjadi suatu hal yang biasa dan permanen. Utilitarianisme tidak menerima saja norma moral yang ada. Ia mempertanyakan dan ini mengandaikan peran rasio. Utilitarianisme ini bersifat rasional karena ia mempertanyakan suatu tindakan apakah berguna atau tidak.
3.Teleologis.
Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan, sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Dalam arti umum, teleologi merupakan sebuah studi filosofis mengenai bukti perencanaan, fungsi, atau tujuan di alam maupun dalam sejarah. Dalam bidang lain, teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi tujuan dan "kebijaksanaan" objektif di luar manusia. Utilitarianisme itu bersifat teleologis karena suatu tindakan itu dipandang baik dari tujuannya. Artinya suatu tindakan itu mempunyai tujuan dalam dirinya sehingga dapat dipandang baik.
4.Universalis.
Semboyan yang terkenal dari utilitarianisme adalah sesuatu itu dianggap baik kalau dia memberi kegunaaan yang besar bagi banyak orang. Hal ini sering dipakai dalam bidang politik dan negara. Contoh, di kota A akan dibangun jalan tol karena itu beberapa rumah akan kena gusur. Dengan alasan demi kepentingan yang lebih besar dan kepentingan orang banyak, pemerintah akan meminta mereka yang rumahnya kena gusur agar pindah. Tindakan menggusur ini dianggap benar karena penggusuran itu dilakukan demi kepentingan yang lebih besar dibandingkan kepentingan mereka yang rumahnya digusur.
·
Teori Utilitarianisme
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam:
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam:
a. Utilitarianisme
Perbuatan. Utilitarianisme Perbuatan menganggap
sebuah tindakan baik atau benar secara etika jika tindakan tersebut mungkin
menghasilkan kebaikan yang lebih besar dari pada kejahatan. Dan sebaliknya
suatu tindakan dianggap buruk atau salah jika menghasilkan
kejahatan lebih banyak dibanding kebaikan.
Utilitarianisme Perbuatan
a. Ajaran Jeremy Bentham
Jeremy Bentham sangat percaya bahwa hukum harus dibuat
secara utiltarianistik,
melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan,
kesenangan dan kepuasan manusia. Dalam hukum tidak ada masalah kebaikan atau
keburukan, atau hukum yang tertinggi atau
yang tertinggi dalam ukuran nilai.
Bentham berpandangan bahwa tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan
kebahagiaan kepada individu-individu. Bentham mengusulkan suatu klasifikasi
kejahatan yang didasarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan yang terakhir ini
diukur berdasarkan kesusahan atau pederitaan yang diakibatkannya terhadap para
korban dan masyarakat. Suatu pelanggaran yang merugikan orang lain, menurut
Bentham sebaiknya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Pemindahan, menurut
Bentham, hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya
kejahatan lebih besar.
Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada
individu-individu baru orang banyak. Prinsip
utiliti Bentham berbunyi ”the
greatest heppines of the greatest number” (kebahagiaan yang
sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang.
2. Prinsip
itu harus diterpkan secara Kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama.
3. Untuk
mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus
mencapai empat tujuan :
a) To
provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup)
b) To
Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah)
c) To
provide security (untuk memberikan perlindungan)
d) To
attain equity (untuk mencapai persamaan)
b. Ajaran John Stuart Mill
John Stuart Mill (1806) seorang filsuf besar Inggris, dalam bukunya
utilitarianism (1864).
Inti ajaran John Stuart Mill adalah :
1) Mill
mengkritik pandangan Bentham bahwa kesenangan dan kebahagiaan harus diukur
secara kuantitaf. Menurutnya, kulaitasnya juga perlu dipertimbangan, karena ada
kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah. Kualitas
kebahagiaan disini diukur secara empiris
2) Kebahagiaan
yang menjadi norma etis adalah kebahagiaan yang terlibat dalam suatu kejadian,
bukan kebahgiaan satu orang saja yang barangkali bertindak sebagai pelaku
utama.
Bodenheimer (1974: 88) menguraikan pandangan Mill, keadilan bersumber pada
naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh
diri sendiri maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita.
Perasaan keadilan akan memberontak terhadap kerusakan, penderitaan, tidak hanya
atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada
orang lain yang kita samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan
mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan
masyarakat.
c. Ajaran
Rudolf von Jhering (1918-1982)
Keseluruhan ajaran Jhering tentang hukum yaitu :
1) Jhering
menolak pandangan von Savigy yang berpendapat bahwa hukum timbul dari jiwa bangsa secara spontan. Menurut Jhering, contoh Hukum
2) Romawi,
dapat dikaterisir sebagai suatu System des disciplin Egoismus (sitem egoisme
yang berdisiplin). Disini hukum digabungkan dengan egoisme bangsa. Penggabungan
itu dianggap berguna bagi bangsa yang dapat diterima sebagai hukum. Jadi
Jhering menganut positivisme utilistis.
3) Karena
hukum senantiasa sesuai dengan kepentingan negara, maka tentu saja hukum itu
tidak lahir spontan, melainkan dikembangkan secara sistematis dan rasional,
sesuai dengan perkembangan kebutuhan negara. Jhering mengakui ada pengaruh jiwa
bangsa, tetapi tidak spontan, yang penting bukan jiwa bangsa, tetapi
pengelolahan secara rasional dan sistematis, aga menjadi hukum positif.
4) Pengelolahan hukum dinamai Jhering
dengan istilah Tekhnik Hukum. Teknik Hukum ini tidak hanya diperhatikan materi
atau isi kaidah-kaidah hukum, melainkan memperhatikan segi formalnya. Teknik
hukum adalah metode yang digunakan pakar-pakar hukum untuk menguasai hukum
positif secara rasional, dengan tujuan agar hukum dapat diterapkan secara tepat
pada perkara-perkara konkret.
5) Rasionalisai
hukum dalam teknik hukumnya Jhering itu berlangsung dua tahap :
a) Penyerdehaan
bahan hukum dari sudut kuantitas. Bermaksud demi rasionalisasi hukum, maka
kaidah-kaidah hukum sedapat mungkin dikurangi jumlahnya. Caranya adalah
- Analisis
yuridis : bahan hukum dipelajari isinya
- Konsentrasi
logis : bahan hukum dipandang dalam lingkup ide-ide tertentu
- Sistemetik
yuridis : bahan hukum diberi suatu aturan yang tepat
- Penetuan
terminoligis : dicari terminologi yang cocok bagi ilmu hukum.
- Ekojomi yuridis
: jumlah aturan semaksimalnya dikurangi. Tinjauan ekonmus ini menguasai seluruh
proses ini, yakni diusahakan untuk menghemat pikiran.
b) Peneyederhanaan
tahap kedua adalah penyederhanaan bahan hukum dari sudut kualitas.
Rasionalisasi kedua ini bahwa hukum ditingkatkan menjadi ide-ide dan
institusi-institusi hukum. Caranya ialah :
- Mencari
aturan intern tata hukum. Ditujukann pada suatu pengertian menyeluruh tentang
tata hukum tertentu.
- Mempertimbangkan
kualitas dan nilai bagian-bagian tata hukum untuk dapat sampai pada suatu keseimbangan antara
bagian-bagian itu.
6) Teknik
hukum ini, khususnya yang kedua, menjadikan bahan hukum bersifat rasional
semata, logis dan abstrak. Karena itu ajaran Jhering ini dinamai : begriffjurisprudenz (keahlian hukum berdasarkan
logika)
7) Tetapi
kemudian Jhering meninggalkan begriffjurisprudenz dan berganti pandangan bahwa yang
menentukan dalam hukum, bukanlah ide-ide rasional, melainkan kepentingan
masyarakat. Dengan ini teorinya beralih ke interssenjurisprudenz (keahlian hukum berdasarkan
kepentingan sosial). Hal ini tampak dibawah ini :
....the essense
of law a expressed in tis purpose, which was the protection of the interest of
sicoety and the individual by coordinating those interest, thus minimazing
circumstances likely to laki to conflict. Under the law, interest of society
will have precedences in the event or conflict. Tehe needs of men within
sosiecty dominanted Jhering’s concept of law.
(Esensi hukum yang
tercermin dalam tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan
tersebut, termasuk memperkecil kemungkinan terjadinya konflik. Dibawah hukum, kepentingan-kepentingan masyarakat harus lebih didahulukan
jika terjadi konflik dengan kepentingan individu. Kebutuhan manusia sebagai
warga masyarakat mendominasi konsep-konsep hukum Jhering)
8) Menurut
Jhering
”Law is the sum
of the condition of social life in the widest sense of the term, as secured by
the power of the state through the sense of the external compulsion.”
(hukum adalah
seperangkat kondisi-kondisi kehidupan sosial dalam pengertian yang sangat luas
yang ditegakkan oleh kekuasaan negara melalui usaha paksaan dari luar).
9) Paksaaan dan kekuasaan merupakan uansur
esensial hukum, dalam hubungan ini Jhering mengemukakan bahwa :
Legal rules
necessitate compulsion and force; without them the rules were like a fire which
does not burn.
(Aturan hukum membutuhkan kekuasaan;tanpa itu aturan-aturan bagikan api
yang tidak panas).
10) The function of the
law to secure and to maintain the foundation of social life.
11) Fungsi hukum adalah untuk menjamin dan
memelihara pondasi kehidupan sosial.
12) Jhering memandang
esensi hukum merupakan kehendak nyata untuk melindungi kepentingan kehidupan
bersama dan kepentingan individu, melalui kordinasi, kemungkinan konflik bisa
diperkecil. Di bawah hukum, kepentingan masyarakat harus lebih didahulukan.
13) Jhering memandang
bahwa aktivitas kemasyarakatan diri warga masyarakat seharusnya dikorbankan dan
ini hanya mungkin tercapai melalui :asas-asas gerak sosial” (social motion). Gerak sosial ini mendapat tiga
jenis pengaruh :
a) Pengaruh
egoistis
Pengaruh egoistis ini dari imbalan dan paksaan, dapat digunakan untuk
mengorbankan aktivitas kemasyarakatan berupa :
- Kegiatan
perdagangan melalui paham mementingkan diri sendiri demi keuntungan pribadi,
seperti memberi hadiah
- Implikasi
perlakuan unsur paksaan membuat ide hukum dan negar dapat dilaksanakan.
b) Pengaruh
altruistik
- extra
legal sperti aspek
makanan
- mixed legal, yaitu aspek-aspek kehidupan
manusia yang tidak berhubungan dengan hukum paksaan, misalnya self preservation.
- Purely legal,
yaitu aspek-aspek kehidipan yang berhubungan seacara keseluruhan dengan
perintah-perintah hukum, misalnya membayar pajak.
c) Kombinasi
pengunaan kedua pengaruh di atas, memungkinkan tercapainya tujuan sosial.
Hasilnya adalah bahwa masyarakat dimungkinkan untuk memenuhi kebutuhan manusia,
yang terdiri dari tiga jenis.
b. Utilitarianisme Aturan.
Peraturan utilitarianisme membatasi individu
pada justifikasi aturan-aturan moral sehingga memungkinkan
akan menghasilkan lebih banyak kebaikan dibanding kejahatan. Anggapannya adalah
terdapat kemungkinan secara prinsip untuk menghitung kesenangan atau rasa sakit
yang dihubungkan dengan keputusan. Filosof
Richard B Brant mengusulkan agar sistem aturan moral sebagai keseluruhan diuji
dengan prinsip kegunaan. Kalau begitu, perbuatan adalah baik secara moral, bila
sesuai dengan aturan yang berfungsi dalam sistem aturan moral yang paling
berguna bagi masyarakat
·
Kelemahan teori Utilitarianisme:
1. Utilitarianisme mengandaikan bahwa hal-hal seperti kebahagiaan,
utilitas, kesenangan dan rasa sakit bias diukur. Padahal dalam kenyataannya,
kita tidak bias mengukur rasa tersebut. Kita tidak dapat menyetarakan
kebahagiaan seseorang dengan orang lain.
2. Distribusi dan intensitas dari kebahagiaan yaitu prinsip
menghasilkan sebanyak mungkin kebahagiaan dan untuk mendistribusikan
kebahagiaan tersebut pada sebanyak mungkin orang. Hal ini sulit dicapai karena
untuk mencapai kebahagiaan itupun sangat sulit apalagi dengan pertimbangan
sebanyak mungkin orang.
3. Hak minoritas dapat dilanggar dengan konsep utilitarianisme.
4. Utilitarianisme mengabaikan motivasi daan berfokus hanya
pada konsekuensi.
2.
Relevansi
Aliran Utilitarianisme Pada Hukum di Indonesia
Aliran utilitarianisme memberikan sumbangsih pemikiran hukum pada
hukum, dalam hal ini hukum di Indonesia. Relevansinya itu merupakan salah satu
pemikiran yang mengkaji bagaimana tujuan hukum itu. Aliran utilsme yang
menjelaskan bahwa tujuan hukum adalah memberi kemanfaatan kepada
sebanyak-banyaknya orang. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan
(happiness). Jadi baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan
ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin
tercapai (dan pasti tidak mungkin), diupayakan agar kebahagiaan itu dinikmati
oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa Indonesia) tersebut.
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam Positivisme
Hukum, mengingat paham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan
hukum adalah untuk menciptakan ketertiban masyarakat, di samping untuk
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang terbanyak. Ini
berarti hukum merupakan cerminan perintah penguasa juga, bukan pencerminan dari
rasio semata.
Kehadiran tradisi negara modern yang mengikat dan tidak bisa
dihindari menyebabkan sulitnya tercapai tujuan hukum yang sebenarnya, namun
aliran ini dapat dijadikan pemikiran hukum sepanjang masa karena garis
pemikirannya berupa pendekatan terhadap hukum ke arah tujuan sosial dan sebagai
alat dalam perkembangan sosial. Dalam perkembanngan masyarakat yang semakin
kompleks, tujuan hukum selain untuk menjaga ketertiban umum juga dapat menjaga
perdamaian kekerabatan yang satu dengan kekerabatan lain , antara orang-orang
yang sekutu, dan penduduk yang bertambah banyak yang dimungkinkan terjadi benturan-benturan
kepentingan, di sini berarti menjaga ketentraman bagi orang banyak.
3.
Implementasi
Prinsip-Prinsip Aliran Utilitarianisme Pada Pencapaian Tujuan Hukum Modern Di
Indonesia
Sebelum menjelaskan Implementasi aliran utilitarianisme pada
pencapaiian tujuan hukum modern di Indonesia, akan sedikit di uraikan kembali
prinsip-prinsip aliran utilitarianisme.
Maksud dari Bentham tidak lain memandang bahwa ukuran baik-buruk
suatu perbuatan manusia tergantung kepada apakah perbuatan itu mengandung
kebahagiaan atau tidak. Sebagai salah ilustrasi yang ditawarkan Bentham suatu
pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dan betapa kerasnya
pidan itu tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah
dilakukannya penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya dapat diterima apabila ia
memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang lebih besar.
Pendapat yang hampir sama dengan Bentham adalah John Stuart Mill,
namun Mill malah memodifikasi maksud “happiness” itu bahwa kebahagiaan sebagai
salah satu sumber kesadaran keadilan tidak hanya terletak pada asas
‘kemanfaatan” semata, melainkan rangsangan dalam rangka mempertahankan diri dan
perasaan simpati.
Pendapat Bentham dapat diklasifikasikan sebagai utilitarianisme
individual, sedangkan Rudolf Von Jhering kemudian menganut utilitarianisme
sosial. Jika diamati rangkain teori Jhering merupakan kombinasi pemikiran tiga
pemikir dalam aliran pemikiran ilmu hukum yakni Bentham, Mill dan John Austin
sebagaimana ia menolak anggapan aliran sejarah yang berpendapat, hukum adalah
hasil kekuatan-kekuatan historis murni yang direncanakan dan tidak disadari.
Menurut Jhering, hukum mesti dibuat oleh negara atau dasar sepenuhnya untuk
mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya kita melihat lagi keadaan Indonesia saat ini, dimana
sedang menuju negara modern, hal itu dapat dilihat dengan ikut campur tangan
negara dalam mengurusi kepentingan masyarakat. Negara berperan aktif mengatur
urusan rakyat. Begitu banyak produk hukum yang tercipta untuk mengatur
kepentingan warga negara dengan tujuan hukum yang ingin dicapai adalah menjaga
kestabilan & ketertiban hukum. Perkembangan masa yang berlangsung
mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan fungsi fungsi yang
diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah
tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk
tetap mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi
fungsinya dengan tujuan tujuan yang dicapai. Dalam upaya mencapai hal tersebut,
tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan tujuan yang dikehendaki oleh
kelompok kelompok sosial maupun kelompok ekonomi yang terdapat pada Negara,
akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi
kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.
Sistem negara hukum modern di Indonesia cukup baik. Hal ini terlihat
dari proses berjalannya pengimplementasian sistem pada beberapa dekade
terakhir. Semuanya menujukkan situasi yang cukupstabil baik secara domestik
maupun internasional Namun, bukan berarti dengan baiknya performa sistem
inimenujukkan bahwa mengejawantahkan sistem ini merupakan suatu keharusan.
Walaupun, di antara yang lain, sistem ini merupakan yang terbaik hampir
disegala aspek ( militer, ekonomi, pemerintahan, dan lain-lain), tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa selanjutnya akan terbentuk sistem-sistem negara yang
baru. Sistem negara modern yang ada saat ini masih tergolong muda
untuk menjadi yang terakhir. Banyak hal yang tak terduga yang bisa
memaksanya untuk menyesuaikan diri. Sistem negara modern memang seharusnya
menyesuaikan diri dengan tuntutan zamannya. Bahkan tak menutup kemungkinan
juga bila dalam suatu waktu, pelaksanaan sistem negara modern di Indonesia
berbeda dengan negara lainnya. Mungkin namanya akan kekal dan tak
tergantikan. Tetapi, substansinya akan senantiasa berubah seiring berputarnya
roda kehidupan manusia.
Indonesia telah menginplementasikan prinsip
aliran utilitarianisme karena pemerintah dalam setiap produk hukum
mempertimbangkan tujuan hukum kemanfaatan untuk masyarakat. Pencapaian tujuan
hukum modern di Indonesia
menurut aliran utilitarianisme mengarah ke arah yang lebih baik
walaupun kurang efektif. Hal itu dikarenakan negara tidak mungkin bisa menjamin
kesehjateraan tiap rakyatnya (tiap individu) dan dalam pembetukan hukum banyak
dipengaruhi oleh kepentingan elit politik atau kepentingan penguasa. Akhirnya
ironis karena hukum tidak dapat betul-betul menjalankan fungsi sebagaimana
mestinya dan tidak dapat sepenuhnya memberi kemanfaatan. Namun pemerintah
dengan alat kuasanya selalu membuat kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk
kepentingan warga negara agar tercipta ketertiban umum dan dapat memberi
kebahagiaan bagi sebanyak-banyak warganya, meskipun selalu menyelipkan
kepentingan pribadi atau kepentingan politik para penguasa.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Utilitarianisme dalam
pengertian yang paling sederhana, menyatakan bahwa tindakan atau kebijaksanaan
yang secara moral benar adalah yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi
warga masyarakat. Utilitarianisme artinya bermanfaat. Utilitarianisme ini
menganggap bahwa tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan
yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat.
2.
Utilitarianisme terbagi atas dua jenis
yaitu Utilitarianisme perbuatan dan Utilitarianisme Aturan.
3.
Relevansi aliran utilitariasnisme dalam
hukum Indonesia yaitu aliran ini merupakan salah satu pemikiran yang mengkaji
bagaimana tujuan hukum itu. Aliran utilitariasnisme menjelaskan bahwa tujuan
hukum adalah memberi kemanfaatan kepada sebanyak-banyaknya orang. Kemanfaatan
di sini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi dapat diukur efektif
tidaknya suatu hukum di Indonesia dengan melihat baik buruk atau adil tidaknya
suatu hukum dengan bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan
kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh
setiap individu. Tetapi jika tidak mungkin tercapai diupayakan agar kebahagiaan
itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat bangsa Indonesia
tersebut.
4.
Implementasi aliran utilitarianisme
dengan pencapaian tujuan hukum Indonesia sebagai negara modern mengarah ke arah
yang lebih baik walaupun kurang efektif. Hal
itu dikarenakan negara tidak mungkin bisa menjamin kesejahteraan tiap rakyatnya
(tiap individu) dan dalam pembetukan hukum banyak dipengaruhi oleh kepentingan
elit politik atau kepentingan penguasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar