Kamis, 23 Juni 2011

PELAYANAN PUBLIK

Menurut Undang-Undang Pelayanan Publik, yaitu UU No.25 tahun 2009, yang dimaksud dengan :

  1. Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
  2. Penyelenggara pelayanan publik atau Penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
  3. Pelaksana pelayanan publik atau Pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik.

Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan pengangkutan.
  2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara sehingga klien/pengguna mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
  3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang pejabat publik harus melakukan sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Namun pada kenyataannya terjadi cukup banyak pelanggaran.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut adalah:

  1. Penundaan Berlarut

    Seorang pejabat publik secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut) dan mengakibatkan pelayanan umum tidak ada kepastian.

  2. Tidak Menangani

    Seorang pejabat publik sama sekali tidak melakukan tindakan yang semestinya wajib dilakukan (menjadi kewajibannya) dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

  3. Persekongkolan

    Beberapa pejabat publik yang bersekutu dan turut serta melakukan kejahatan, kecurangan, melawan hukum dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

  4. Pemalsuan

    Perbuatan meniru suatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk kepentingan menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau kelompok sehingga menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya pelayanan umum kepada masyarakat secara baik.

  5. Diluar Kompetensi

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik memutuskan sesuatu yang bukan menjadi wewenangnya sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

  6. Tidak Kompeten

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik tidak mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi tidak memadai (tidak cukup baik).

  7. Penyalahgunaan Wewenang

    Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak sepatutnya sehingga menjadikan pelayanan umum yang diberikan tidak sebagaimana mestinya.

  8. Bertindak Sewenang-wenang

    Seorang pejabat publik menggunakan wewenangnya (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan mengakibatkan pelayanan umum tidak dapat diberikan secara memadai.

    9. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi

    a. Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang pejabat publik meminta imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnya.

    b. Seorang pejabat publik menggelapkan uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada masyarakat secara baik.

    10. Kolusi dan Nepotisme

    Dalam proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang pejabat publik melakukan tindakan tertentu untuk mengutamakan sanak famili sendiri tanpa kriteria objektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan (tidak akuntable), baik dalam memperoleh pelayanan maupun untuk dapat duduk dalam jabatan atau posisi dilingkungan pemerintahan.

    11. Penyimpangan Prosedur

    Dalam proses pemberikan pelayanan umum, seorang pejabat publik tidak mematuhi tahapan kegiatan yang telah ditentukan dan secara patut.

    12. Melalaikan Kewajiban

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang semestinya menjadi tanggungjawabnya.

    13. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik melakukan sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas sehingga masyarakat tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.

    14. Penggelapan Barang Bukti

    Seorang pejabat publik terkait dengan proses penegakan hukum telah menggunakan barang, uang dan sebagainya secara tidak sah, yang merupakan alat bukti suatu perkara sehingga mengakibatkan pelayanan umum yang semestinya diterima pihak yang berperkara menjadi terganggu.


     

    15. Penguasaan Tanpa Hak

    Seorang pejabat publik memenguasai sesuatu yang bukan milik atau kepunyaannya secara melawan hak, mengakibatkan pelayananan umum terkait dengan hak tersebut tidak diperoleh si pemilik hak.

    16. Bertindak Tidak Adil

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik melakukan tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang sewajarnya, sehingga masyarakat memperoleh pelayanan tidak sebagaimana mestinya.

    17. Intervensi

    Seorang pejabat publik melakukan campur tangan terhadap kegiatan yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya sehingga mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat.

    18. Nyata-nyata Berpihak

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik bertindak berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa memperhatikan ketentuan berlaku sehingga keputusan yang diambil merugikan pihak lainnya.

    19. Pelanggaran Undang-Undang.

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik secara sengaja melakukan tindakan menyalahi atau tidak mematuhi ketentuan perundangan yang berlaku sehingga masyarakat tidak memperoleh pelayanan secara baik.

    20. Perbuatan Melawan Hukum

    Dalam proses pemberian pelayanan umum, seorang pejabat publik melakukan perbuatan bertentangan dengan ketentuan berlaku dan kepatutan sehingga merugikan masyarakat yang semestinya memperoleh pelayanan umum.

    Dalam bab VIII UU nomor 25 tahun 2009 mengenai Pelayanan Publik diatur bahwa pengaduan bisa menggunakan tiga jalur; internal, eksternal (melalui Ombudsman) dan melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).   Khusus mengenai penyelesaian pengaduan oleh Ombudsman, UU No. 25 tahun 2009 melalui pasal 50 ayat  5 mengatur satu pasal yang sifatnya memperkuat UU Ombudsman Republik Indonesia (ORI), No. 37 tahun 2008 khususnya mengenai tugas dan kewenangan ombudsman.

    UU nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik cukup tegas dan lengkap mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran beberapa pasal yang cukup krusial.  Jenis sanksi yang diberikan berjenjang, mulai dari sanksi yang ringan hingga berat.  Misalnya, bagi penyelenggara yang tidak menyusun standar pelayanan dan tidak melibatkan masyarakat dalam penyusunan standar pelayanan dikenakan sanksi paling rendah penurunan jabatan dan paling tinggi pemberhentian.  Begitu juga untuk pelanggaran terhadap pasal kewajiban penyelenggara dapat dikenakan sanksi penjacabutan izin.

    Jenis hukuman disiplin, yaitu :

    1. Hukuman disiplin ringan terdiri dari :

    a. Teguran lisan.

    b. Teguran tertulis.

    c. Pernyataan tidak puas secara tertulis.

    2. Hukuman disiplin sedang, terdiri dari :

    a Penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.

    b. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun.

    c. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun.

    3. Hukuman disiplin berat, terdiri dari :

    a. Penurunan pangkat pada pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun.

    b. Pembebasan dari jabatan.

    c. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil.

    d. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.


     

    Sanksi administrasi berbeda dengan sanksi pidana. Perbedaan antara sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditujukan kepada perbuatan pelanggarannya, sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa.

    Sanksi administrasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan. Sifat sanksi adalah "reparatoir" artinya memulihkan pada keadaan semula. Di samping itu perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi administrasi ialah tindakan penegakan hukumnya.

    Sanksi administrasi diterapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara tanpa harus melalui prosedur peradilan sedangkan sanksi pidana hanya dapat dijatuhkan oleh hakim pidana melalui proses peradilan Pegawai yang mendapat sanksi administrasi tentu akan mendapat pengurangan jumlah tunjangan khusus yang diterimanya.

    Besarnya pengurangan Tunjangan Khusus terhadap peringatan lisan diatur sebagai berikut:

    1. Kepada pegawai yang terlambat masuk bekerja atau pulang sebelum waktunya dibayarkan tunjangan dengan perhitungan dikurangi 1% (satu per seratus) untuk tiap kali terlambat masuk bekerja atau pulang sebelum waktunya dengan tidak memperhatikan dalam hubungan atau alasan apapun, kecuali karena dinas yang menyebabkan ia terlambat masuk atau meninggalkan tempat kerja sebelum waktunya.
    2. Kepada pegawai yang tidak masuk bekerja dibayarkan tunjangan dengan perhitungan dikurangi 5% (lima per seratus) untuk tiap satu hari tidak masuk bekerja dengan tidak memperhatikan dalam hubungan atau alasan apapun, kecuali karena ditugaskan secara kedinasan atau menjalankan cuti tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

      Pengurangan Tunjangan Khusus berupa pengurangan 5% (lima per seratus) untuk satu hari tidak masuk bekerja dengan tidak memperhatikan dalam hubungan atau alasan apapun, kecuali karena ditugaskan secara kedinasan atau menjalankan cuti tahunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebenarnya merupakan hal yang sedikit aneh mengingat setiap orang pasti akan mengalami sakit dalam hidupnya.


     

    Sementara itu besarnya pengurangan Tunjangan Khusus terhadap peringatan tertulis diatur sebagai berikut :

    1. Hakim dan Pegawai Negeri yang mendapat peringatan tertulis pertama dikurangi sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) dari jumlah tunjangan selama satu bulan.
    2. Hakim dan Pegawai Negeri yang mendapat peringatan tertulis kedua dikurangi sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah tunjangan selama satu bulan.
    3. Hakim dan Pegawai Negeri yang mendapat peringatan tertulis ketiga dan atau dalam batas waktu antara hal yang menyebabkan diberikannya peringatan tertulis kedua dengan hal yang menyebabkan dikeluarkannya peringatan tertulis pertama kurang dari 31 (tiga puluh satu) hari, maka Hakim dan Pegawai Negeri tersebut dikurangi sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) dari jumlah tunjangan selama satu bulan.


     

    Besarnya pengurangan Tunjangan Khusus terhadap Hakim dan Pegawai Negeri yang dijatuhi hukuman disiplin berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, dikurangi dari jumlah tunjangan khusus kinerja sebagai berikut :

    a. Hukuman Disiplin Ringan.

  • Selama 2 (dua) bulan sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman peringatan lisan yang telah diberitahukan secara tertulis kepada pejabat yang menangani kepegawaian.
  • Selama 3 (tiga) bulan sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman peringatan tertulis.
  • Selama 6 (enam) bulan sebesar 75% (tujuh puluh lima per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman berupa pernyataan tidak puas secara tertulis.

b. Hukuman Disiplin Sedang

  • Sesuai dengan lamanya hukuman disiplin yang dijatuhkan sebesar 90% (sembilan puluh per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman berupa penundaan kenaikan gaji berkala sampai dengan kenaikan gaji berkala berikutnya.
  • Sesuai dengan lamanya hukuman disiplin yang dijatuhkan sebesar 90% (sembilan puluh per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman berupa penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala sampai dengan kenaikan gaji berkala berikutnya.
  • Sesuai dengan lamanya hukuman disiplin yang dijatuhkan sebesar 90% (sembilan puluh per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman berupa penundaan kenaikan pangkat sampai dengan kenaikan pangkat berikutnya.

c. Hukuman Disiplin Berat.

  • Sesuai dengan lamanya hukuman disiplin yang dijatuhkan sebesar 100% (seratus per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah.
  • Selama 12 (dua belas) bulan sebesar 100% (seratus per seratus) tiap bulan, jika dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan terhitung mulai akhir bulan dijatuhkan hukuman disiplin.


 

Bila ada pegawai di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara yang melakukan pelanggaran seperti yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang – undangan tentu saja harus mendapatkan sanksi yang setimpal dengan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukannya. Tahap pertama sanksi administrasi yang diberikan berupa teguran lisan. Alasan pemberian teguran lisan biasanya karena alasan kelebihan hari cuti, jam masuk kantor yang terlambat atau pulang kantor yang lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan, dan terlambatnya penyampaian berkas perkara. Setelah mendapat teguran lisan tersebut, para pegawai biasanya tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut.

Pemberian sanksi bagi seorang Pegawai Negeri Sipil sepertinya lebih mengalami kelonggaran dibandingkan dengan Pegawai Swasta. Seorang Pegawai Swasta bisa langsung dijatuhi hukuman berat ketika dia melakukan kesalahan. Namun seorang Pegawai Negeri Sipil harus menunggu prosedur yang cukup lama. Peraturan disiplin Pegawai Negeri tersebut tentu saja mempunyai konsekuensi yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil.

Pelanggaran terhadap peraturan tersebut berakibat pelaku pelanggaran tersebut harus menjalani suatu hukuman tertentu, diantaranya adalah sanksi administrasi. Tujuan sanksi administrasi diberikan agar perbuatan pelanggaran tersebut dihentikan. Sebagai contoh adalah seorang PNS tidak hadir selama beberapa hari tanpa alasan yang jelas. Kemudian ia memperoleh teguran lisan dari atasannya dengan tujuan Pegawai tersebut tidak mengulangi kesalahannya.

Pemberian sanksi administrasi akan menimbulkan dampak baik bagi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan yang langsung memperoleh sanksi administrasi tersebut maupun Pegawai Negeri Sipil lainnya. Adanya pemberian sanksi tersebut setidaknya akan memberikan efek kepada PNS tersebut dimana akan timbul kekhawatiran adanya sanksi lebih lanjut yang lebih berat.

Tidak ada komentar: