Kamis, 23 Juni 2011

pajak

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 1984 sistem self assessment di bidang perpajakan di Indonesia telah diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN&PPnBM) dimulai sejak 1 april 1985; sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) belum sepenuhnya diberlakukan sistem self assessment, sebagian masih diberlakukan sistem official assessment. Ketiga jenis pajak tersebut diatas merupakan pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP).
Didalam sistem self assessment, Wajib Pajak (WP) diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang, membayar pajak terutang melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan pajak dan pajak yang dibayar sendiri oleh WP, serta melaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana WP yang bersangkutan terdaftar dalam bentuk Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).
Fungsi DJP melakukan pembinaan, pelayanan, pengadministrasian dan pengawasan; fungsi pengawasan dilakukan dengan pemeriksaaan pajak. Pemeriksaan pajak bukan mencari kesalahan WP, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.








1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pemeriksaan pajak-pajak?
2. Apakah kriteria dari permeriksaan pajak?
3. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan pajak?
4. Apakah tujuan dari pemeriksaan pajak?
5. Bagaimanakah wewenang pemeriksaan pajak?

















BAB II
Pembahasan
2.1. Pengertian Pemeriksan Pajak
Dasar hukum pemeriksaan Pajak adalah UNDANG-UNDANG NO.6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NO.28 TAHUN 2007, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 85.
Pasal 1 angka 25 undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya ditulis No.28/2007).
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu stand pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengertian pemeriksaan pajak menekankan pada pemeriksaan bukti berupa buku-buku, dokumen dan catatan yang dilaksanakan secara objektif oleh pemeriksa pajak yang profesional berdsarkan standar pemeriksaan-pemeriksaan pajak tidak mencari-cari kesalahan WP tetapi untuk membuat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Pasal 31 UU.NO.28/2007:
1) Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
2) Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diantaranya mengatur tentang pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan, kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada WP, dan hak WP untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Sampai dengan akhir tahun 2007 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.123/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Keuangan.

2.2.Kriteria Pemeriksan Pajak
Di dalam system self assessment tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak, kriteria SPT yang dilakukan pemeriksaan pajak adalah SPT Lebih Bayar, karena dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanda terima pemeriksaan SPT Lebih Bayar, Direktur Jendral Pajak harus sudah memberikan ketetapan pajak. Berdasarkan PerMenKeu No.199/PMK.03/2007 Pasal 3 ayat (3), pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak :
a. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan Lebih Bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetap melampaui jangka waktu yang ditetapkan oleh surat teguran;
d. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
e. Menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis resiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak di Direktorat Jendral Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktorat Pajak No. SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004, kriteria pemeriksaan adalah :
a. Pemeriksaan Rutin dapat dilakukan dalam hal:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
a) SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar;
b) SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar;
c) SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jendral Pajak.
2) Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, penagambilalihan usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia selama-lamanya;
3) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT Tahunan/SPT Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
4) Waib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagimana mestinya.
b. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari:
1) Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis resiko;
2) Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem skorsing secara komputerisasi.
c. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal:
1) Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
2) Pengaduan data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jendral Pajak;
3) Permintaan Wajib Pajak;
4) Pertimbangan Direktur Jendral Pajak;
5) Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan perturan perundang-undangan perpajakan.
d. Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.
2.3. Prosedur Pemeriksaan Pajak
Standar Periksaan Pajak berdasarkan Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007. Pemeriksaan untuk menguji untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
Standar Pemeriksaan, meliputi:
1. Standar Umum
Standar Umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan Pemeriksa Pajak dan mutu pekerjaannya.
Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:
 Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak, dan menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
 Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara; dan
 Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk taat terhadap batasan waktu yang ditetapkan.
Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjukoleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. Pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
b. Luas Pemeriksaan (audit scope) ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, permintaan keterangan, konfirmasi, teknik sampling, dan Pengujian lainnya berkenaan dengan Pemeriksaan;
c. Temuan Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim;
e. Tim Pemeriksa Pajak tersebut dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli seperti penterjemah bahasa, ahli dibidang teknologi informasi, dan pengacara;
f. Apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak, atau di tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
i. Pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk Kertas Kerja Pemeriksaan.
3. Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan yang disusun sesuai standar pelaporan hasil pemeriksaan, yaitu:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. Laporan Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan antara lain mengenai:
1) Penugasan Pemeriksaan;
2) Identitas Wajib Pajak;
3) Pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
4) Pemenuhan kewajiban perpajakan;
5) Data/informasi yang tersedia
6) Buku dan dokumen yang dipinjam;
7) Materi yang diperiksa;
8) Uraian hasil Pemeriksaan;
9) Ikhtisar hasil Pemeriksaan;
10) Penghitungan pajak terutang;
11) Simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Pemeriksaan
Berdasarkan Pasal 31 KUP, Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (closing conference) dalam batas waktu yang ditentukan; dalam hal wajib Pajak tidak hadir dalam batas waktu yang ditentukan, hasil pemeriksaan ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf d UU. No.28/2007, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
Berdasarkan Pasal 25 ayat (3a dan 7) UU No.28/2007, apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan atas SKP, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir pemeriksaan sebelum surat keberatan disampaikan.
Jangka waktu pelunasan SKP, tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Berdasarkan pasal 27 ayat (5a) UU No. 28/2007, dalam hal wajib pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas SKP tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Prosedur Pemeriksaan Lapangan
1. Dasar Hukum
a. Keputusan Menteri Keuangan No.545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006.
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-123/PJ/2006 tentang Petunjuk Pemeriksaan Lapangan.
2. Pengertian
Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 123/PMK.02/2006
a. Pemeriksaan Lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak atau ditempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (yang meliputi satu, beberapa jenis pajak, untuk tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun sebelumnya.)
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan dan hasil bahsan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

c. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
d. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun olehPemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
e. Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang pejabat di lingkungan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak, bertugas untuk membahas perbedaan antara Pendapat Wajib Pajak dengan Hasil Pembahasan atas Tanggapan Wajib Pajak oleh Tim Pemeriksa Pajak.
f. Kuesioner Pemeriksaan Pajak adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak sebagai sarana pemberian pendapat atau evaluasi atas pelaksanaan pemeriksaan.
Pengertian tersebut diatas tidak jauh berbeda dengan Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.03/2007.
3. Prosedur Pemeriksaan Lapangan
a. Pemeriksa Pajak ke tempat Wajib Pajak yang akan diperiksa:
• Menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak, dilampirkan kopi Surat Perintah Pemeriksaan; serta
• Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
• Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada jam kerja, dalam hal tertentu dapat dilakukan diluar jam kerja.
a. Wajib Pajak yang diperiksa:
• Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa.
• Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
b. Pemeriksa Pajak berwenang:
• Memeriksa dan/atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya;
• Meminta keterangan lisan atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa;
• Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat member petunjuk tentang keadaan usaha Wajib Pajak dan/atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan ditempat-tempat tersebut;
• Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila Wajib Pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada ditempat pada saat pemeriksaan dilakukan;
• Meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa.
c. Peminjaman buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen (buku dan dokumen)
d. Keterangan Pihak ketiga:
• Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) KUP (Undang-Undang No.16 Tahun 2000), secara tertulis.
• Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya surat permintaan keterangan/bukti.
• Apabila dalam jangka tersebut no 5b tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak memberikan surat peringatan I, dan apabila tidak dipenuhi, diberikan surat peringatan II.
• Apabila setelah surat peringatan II tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan/Bukti dari Pihak Ketiga dan dapat melaporkannya kepada pihak kepolisian tempat Pihak Ketiga tersebut berdomisili atau berkedudukan.
• Pasal 35 KUP (Undang-Undang No 9 tahun 1994)
1. Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan, atau bukti dari bank, akuntan public, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta,
2. Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan atau penyidikan pajak, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank kewajiban merahasiakan ditiadakan atas perintah tertulis dari Menteri Keuangan.
• Pasal 41A KUP (Undang-Undang No.16 Tahun 2000):
Setiap orang yang menurut pasal 35, wajib member keterangan atau bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau member keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000,-
e. Metode Pemeriksaan Pajak:
Pemeriksa Pajak setelah menerima buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen dari Wajib Pajak, melakukan pemeriksaan; metode pemeriksaan pajak terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung.
Metode langsung adalah pemeriksaan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainnya yang diserahkan ke Pemeriksa Pajak.
f. Tata Cara Pembahasan Akhir
Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.123/PMK.03/2006.
 Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak
 Atas pemberitahuan tersebut, WP wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan wajib pajak, dapat didampingi oleh konsultan pajak
 Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak
 Apabila wajib pajak tidak memberikan tanggapan atau tidak menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan, wajib dibuatkan berita acara
 Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada WP tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan


2.4. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak yang dilakukan Pemeriksa Pajak Direktorat Jenderal Pajak bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Pemeriksaan pajak yang dilakukan terhadap SPT WP, yang bertujuan melakukan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak, kecuali ditemukan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan akan dilanjutkan dengan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Pemeriksaan pajak untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, seperti yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2000, meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:
a) Pemeriksaan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d) Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
f) Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i) Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j) Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
k) Memenuhi permintaan informasi dari Negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Pemeriksaan pajak dapat juga dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak yang disahkan pemeriksaan intern di bidang perpajakan (internal tax audit), yang ditujukan dalam rangka:
a. Pengisian SPT Masa maupun SPT Tahunan;
b. Membetulkan SPT Masa maupun SPT Tahunan yang sudah sampai ke KPP;
c. Menyusun tanggapan atas pemberitahuan hasil pemeriksaan pajak pada Pemeriksa Pajak;
d. Menyusun surat keberatan atas ketetapan pajak yang diterbitkan Direktur Jenderal Pajak;
e. Menyusun surat permohonan banding ke Pengadilan Pajak Keputusan Keberatan dari Direktur Jenderal Pajak;
f. Menyusun surat peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas Putusan Banding dari Pengadilan Pajak.
2.5. Wewenang Pemeriksaan Pajak
Pasal 29 UU No.28/2007
(1) Direktur jenderal pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan .
Berdasrkan pasal 29 ayat 1 UU. No.28/2007,direktur jenderal pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Penjelasan:
Direktur jenderal pajak dalam rangka pengawasan kepatuahn pemenuhan kewajiban perpajakan berwenang melakukan pemeriksaan untuk:
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP;dan/atau
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan
perpajakan.
Pemeriksaaan dapat dilakukan dikantor (pemeriksaan kantor) atau di tempat WP (pemertiksaan lapangan) yang ruang lingkup pemeriksaannya dapat meliputi satu jenis pajak,beberapa jenis pajak,atau seluruh jenis pajak,baik untuk tahun tahun yang lalu maupun untuk tahun berjalan.
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap WP,termasuk terhadap;instansi pemerintah dan badan lain sebagai pemungut pajak atau pemotong pajak. Pelaksanaan Pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan WP dilakukan dengan menelusuri kebenaran SPT,pembukuan atau pencatatan,dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dangan keadaaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari WP.
Selain itu pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain,diantaranya:
a. Pemberian NPWP secara jabatan
b. Penghapusan NPWP
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP
d. WP mengajukan keberatan
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitung penghasulan netto
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan
g. Penentuan WP berlokasi didaerah terpencil
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
j. Penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan;dan/atau
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjan Penghindaran pajak
berganda.
Berdasarkan keputusan direktorat jenderal pajak nomor KEP -297/PJ/2 tentang pelimpahan wewenang direktorat jenderal perpajakan kepada para pejabat dilingkungan direktorat jenderal pajak yang telah beberapa kali diubah terang dengan peraturan direktur jenderal pajak Nomor PER-165/PJ/2005,wewenang pemeriksaan dilimpahkan dari Direktur Jenderal Pajak kepada direktur Pemeriksaan dan Penagihan,Kepala Kantor Wilayah DJP; kepada KPP; ke kantor pemeriksaan pajak dan pemeriksa pajak.
PEMERIKSA PAJAK
Pasal 29 UU. No.28/2007
(2) Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat Perintah Pemeriksaan serta memperlihatkannya kepada WP yang diperiksa.
Berdasrkan pasal 29 ayat(2) Undang Undang No.28/2007,untuk keperluan pemeriksaan,petugas pemeriksa harus memiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat Perintah Pemeriksaan (SPP) serta memperlihatkannya kepada WP yang diperiksa.
Di dalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang Undang No.28/2007,dijelaskan tentang kewajiban pemeriksa pajak:
Pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas pemeriksa yang jelas identitasnya.oleh karena itu,petugas pemeriksa harusmemiliki tanda pengenal pemeriksa dan dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaaan,serta memperlihatkannya kepada wajib pajak yang diperiksa.petugas pemeriksa harus menjelaskan tujuan daripada dilakukannya pemeriksaan kepada wajib pajak.
Petugas pemeriksa harus telah mendapatkan pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan yang sebagai pemeriksa pajak.dalam menjalankan tugasnya.petugas pemeriksa harus bekerja dengan jujur,bertanggung jawab,penuh pengertian,sopan,dan objektif serta wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela.
Pendapat dan simpulan petugas pemeriksa harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan serta berlandaskan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan. Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Petugas pemeriksa harus melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
Kewajiban Pemeriksa Pajak
Berdasarkan pada pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007,terdapat persamaan dan perbedaan kewajiban pemeriksa pajak yang dilaksanakan dengan Pemeriksaan Lapangan (PL) dan Pemeriksa Kantor (PK),dalam hal pemeriksaan untuk Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan:
a. Di dalam PL,Pemeriksa Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada WP;hal ini tidak dilakukan dalam PK.
b. Memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib Pajak pada waktu pemeriksaan.
c. Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa.
d. Memperlihatkan Surat Tugas kepada Wajib Pajakapabila susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
e. Merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yg diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rancangan pemeriksaan.
f. Melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknyasesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
g. Mengembalikan buku atau catatan,dokumen yang menjadi daftar pembukuan atau pencatatan,dan dokumen lainnya.
h. Memberikan hak hadir ke[ada Wajib Pajak dalam rangka pembahasan akta hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang telah ditentukan.
Wewenang Pemeriksa Pajak
Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor.199/PMK.03/2007 dalam hal pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,pemeriksa pajak berwenang:
a. Memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunaan surat panggilan.
b. Melihat dan /meminjam buku atau catatan,dokumen yang menjadi data pembukuan atau pencatatan.
c. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik oleh PL:
d. Memasuli dan memeriksa tempat atau ruang,barang bergerak dan /atau tidak bergerak yang diduga patut untuk menyimpan buku atau pencatatan.
e. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, didalam PL.
f. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak,didalam PL.
g. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, didalam PL.
h. Meminta keterangan lisan dan/atau tertuli dari Wajib Pajak.
i. Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik melalui Wajib Pajak,didalam PK.
J. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksanaan Pemeriksaan.
Wajib Pajak
Pasal 29 UU.No.28/2007
(3) Wajib Pajak yang diperiksa ,wajib:
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,dokumen yang menjadi dasarnyadan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,kegiatan usaha,pekerjaan bebas Wajib Pajak,atau objek yang terutang pajak.
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan/atau;
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.
(4) Apabila dalam mengungkapkan pembukuan,pencatatan,atau dokumen serta keterangan yang diminta,WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya,maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan untuk keperluan pemeriksaan sebagai mana dimaksud dalam pasal 1
Dalam hal petugas pemeriksa membutuhkan keterangan lain selain bukti catatan,dan dokumen lain,WP harus memberikan keterangan lain yang dapat berupa keterangan tertulis dan/atau keterangan lisan.
Keterangan tertulis misalnya:
a. Surat pernyataan tidak diaudit oleh Kantor Akuntan Publik.
b. Keterangan bahwa fotokopi dokumen yang dipinjamkan sesuai dengan aslinya.
c. Surat pernyataan tentang kepemilikan harta,atau
d. Surat pernyataan tentang perkiraan biaya hidup
Keterangan lisan misalnya:
Wawancara tentang proses pembukuan WP,jangka waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal permintaan/peminjaman buku buku,catatan,dan dokumen.
Apabila WP tidak menyerahkan atau meminjamkan buku buku,catatan,dan dokumen, ditiadakan untuk kepentingan pemeriksaan pajak;kecuali untuk rahasia bank harus ada persetujuan Menteri Keuangan.
Hak Wajib Pajak
Berdasrkan pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007,dalam hal pemeriksaaan untuk menguji kepatuahan pemenujhan kewajiban perpajakan,WP berhak:
a. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan tanda pengenal Pemeriksa Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan.
b. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan pemberitahuan secara tertulis sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.
c. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan.
d. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Tugas apabila susunan Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan.
e. Menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.











BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
1. Pemeriksaan Pajak bukan mencari kesalahan WP, tetapi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Di dalam system assessment tidak semua SPT dilakukan pemeriksaan pajak.
3. Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan diberitahukan kepada wajib pajak dengan memberikan hak kepada WP untuk hadir dalam pembahasan akhir.
SARAN:
1. Pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban harus dilakukan sesuai standar pemeriksaan
2. Seharusnya dalam pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik.
3. Pemeriksa pajak hendaknya jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

Tidak ada komentar: