Kamis, 23 Juni 2011

DEELNEMING

Penyertaan atau dalam bahasa Belanda "Deelneming" di dalam hukum Pidana. Deelneming di permasalahkan karena berdasarkan kenyataan, sering suatu delik
dilakukan bersama oleh beberapa orang, namun jika hanya satu orang yang melakukan
delik, pelakunya disebut Alleen dader.

Prof.Satochid Kartanegara mengartikan Deelneming yaitu apabila dalam satu delik
tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Menurut doktrin, deelneming menurut sifatnya terdiri atas:

  1. deelneming yang berdiri sendiri, yakni pertanggungjawaban dari setiap peserta dihargai sendiri-sendiri
  2. deelneming yang tidak berdiri sendiri, yakni pertanggungjawaban dari peserta yang satu digantungkan dari perbuatan peserta yang lain.


 

KUHP tidak menganut pembagian deelneming menurut sifatnya. Dalam KUHP
deelneming atau penyertaan diatur dalam pasal 55 dan 56 KUH Pidana. Selain penyertaan atau deelneming, pembantuan juga dikenakan pidana yang diatur dalam pasal 56, 57, dan 60 KUH Pidana. Penyertaan dan Pembantuan dalam Pidana sangat sulit untuk dimengerti apabila kita sebagai mahasiswa Hukum tidak memahaminya dengan jelas apa itu penyertaan dan apa itu pembantuan dalam pidana.


 

Penyertaan (Deelneming) Dalam Tindak Pidana

  1. Perlunya Penyertaan di Pidana.

Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang
yang disertai ancaman pada barang-barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Wadah tindak pidana ialah undang-undang, baik berbentuk kodifikasi yakni KUHP dan diluar kodifikasi yang tersebar luas dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Subjek hukum yang disebutkan dan dimaksudkan dalam rumusan tindak pidana
adalah hanya satu orang, bukan beberapa orang. Contohnya rumusan pasal 338 KUHP
yang menyatakan "barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara setinggi-tingginya lima belas tahun".

Jelas yang dimaksud dengan barang siapa adalah satu orang, bukan banyak orang
atau beberapa orang. Apabila berdasarkan rumusan pasal 338, pada kasus si otong
membunuh si gina dimana si ucup memegangi tangan si gina maka si ucup tidak dapat di
kenakan hukuman pidana, hanya si otonglah yang dikenakan pidana. Hal ini jika
berdasarkan pasal 338 KUHP, si ucup dikatakan ikut andil dalam melakukan pembunuhan
terhadap si gina. Maka hal tersebut, diatur dengan penyertaan yang tercantum dalam pasal 55 dan 56 KUH Pidana.


 

  1. Pemebanan Tanggung Jawab Pidana
    1. Persoalan pokok dalam ajaran penyertaan :
      1. Mengenai diri orangnya, ialah orang yang mewujudkan perbuatan yang bagaimanakah dan yang bersikap batin bagaimana yang dapat dipertimbangkan dan ditentukan sebagai terlibat atau bersangkut paut dengan tindak pidana yang di wujudkan oleh kerjasama lebih dari satu orang, sehingga ia patut dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana.
      2. Mengenai tanggung jawab pidana yang dibebannya masing-masing ialah persoalan mengenai apakah mereka para peserta yang terlibat itu akan dipertanggung jawabkan yang sama ataukah akan dipertanggung jawabkan secara bebeda sesuai dengan kuat tidaknya keterlibatan atau andil dari perbuatan yang mereka lakukan terhadap terwujudnya tindak pidana.


 

Syarat Penyertaan:

  1. Dari sudut subjektif:
    1. Adanya hubungan batin (kesengajaan) dengan tindak pidana yang hendak diwujudkan, artinya kesengajaan dalam berbuat diarahkan pada terwujudnya tindak pidana. Di sini sidikit atau banyak ada kepentingan untuk terwujudnya tindak pidana.
    2. Adanya hubungan batin (kesengajaan,seperti mengetahui) antara dirinya dengan peserta lainnya, dan bahkan dengan apa yang di perbuat peserta lainnya.
  2. Dari sudut obektif ialah bahwa perbuatan orang itu ada hubungannya dengan terwujudnya tindak pidana


 

  1. Sistem pembebanan pertanggung jawaban pidana :
    1. Yang mengatakan bahwa setiap orang yang terlibat bersama-sama ke dalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggungjawabkan secara sama dengan orang yang sendirian(dader) melakukan tindak pidana, tanpa dibeda-bedakan baik atas perbuatan yang dilakukannya maupun apa yang ada dalam sikap batinnya.
    2. Masing-masing orang yang bersama-sama terlibat ke dalam suatu tindak pidana dipandang dan dipertanggungjawabkan berbeda-beda, yang berat-ringannya sesuai dengan bentuk dan luasnya wujud perbuatan masing-masing orang dalam mewujudkan tindak pidana.

Dalam pelaksanaannya di Indonesia,yang diterapkan ialah sistem yang pertama.


 

  1. Bentuk-bentuk Penyertaan

Bunyi pasal 55 dan 56 KUH Pidana :

  • Pasal 55
  1. Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
  2. Mereka yang melakukan,yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan;
  3. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat,dengan kekerasan,ancaman atau penyesatan,atau dengan memberi kesempatan,sarana atau keterangan,sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
  • Pasal 56

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

  1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan:
  2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan,sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.


 

Berdasarkan rumusan pasal 55 dan 56 KUHP maka terdapat lima peranan pelaku yaitu:

  1. Orang yang melakukan (dader)
  2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)
  3. Orang yang turut melakuakan (mededader)
  4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)
  5. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige)

Ad.1. Orang yang melakukan (dader)

Orang yang memenuhi semua unsur delik sebagaimana di rumuskan oleh undang-undang, baik unsur subjektif maupun objektif. Umumnya pelaku dapat diketahui dari jenis delik yakni delik formil dan delik materil.


 

Ad.2. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger)

Seseorang berkehendak melakukan suatu delik tapi tidak melakukannya sendiri melainkan menyuruh orang lain yang tidak dapat di pertanggung jawabkan karena berdasarkan pasal 44 KUHP--idiot, ibiel, imbisiel.


 

Ad.3. Orang yang turut melakukan (mededader)

Menurut Prof. Satochid Kartanegara syarat mededader ada 2:

  1. Harus ada kerja sama secara fisik
  2. Harus ada kesadaran kerja sama


 

Ad.4. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker)

Hal ini diatur dalam pasal 55 ayat (1) Sub 2 (ke 2) yang berbunyi :

"Mereka yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau Derajat (martabat) dengan paksaan, ancaman, atau tipu, atau dengan memberikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan dengan sengaja membujuk membujuk supaya perbuatan itu dilakukan."

Menurut doktrin, orang yang menggerakkan orang lain di sebut actor intelectualis atau intelektual dader, atau provocateur, atau uitlokker.


 

Ad.5 Pembantuan (Medeplichtigheid)

Mengenai pembantuan diatur dalam tiga pasal, yaitu pasal 56, 57, dan 60 KUH Pidana. Pasal 56 merumuskan tentang unsur subjektif dan unsur objektif. Pasal 57 memuat tentang batas luasnya pertanggungjawaban bagi pembuat pembantu. Sedangkan pasal 60 mengenai penegasan pertanggungjawaban pembantuan itu hanyalah pada pembantuan dalam hal kejahatan tidak dalam hal pelanggaran.


 


 


 

Menurut pasal 56, bentuk pembantuan atau pembuat pembantu dibedakan antara:

  1. Pemberi bantuan sebelum dilaksanakannya kejahatan;dan
  2. Pemberi bantuan pada saat berlangsungnya pelaksanaan kejahatan.


 

Pasal 57 KUHP

Dalam pasal ini memuat tentang sejauh mana luasnya tanggung jawab bagi pembuat pembantu, yang rumusannya sebagai berikut:

  1. Dalam hal pembantuan, maksimum diancam dengan pidana pokok terhadap kejahatan dikurangi sepertiga.
  2. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana paling lama 15 Tahun.
  3. Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
  4. Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau di perlancar olehnya, beserta akibatnya.


 

Berdasarkan dakwaan yang diberikan kepada Gayus Tambunan, yaitu:

Gayus kemudian didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18, Pasal 5 Ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat 1 huruf a, dan Pasal 22 jo Pasal 28 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal-pasal tersebut terkait 4 dakwaan yaitu :

  1. Dakwaan Pertama, Gayus didakwa melakukan korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam (PT SAT). Pada kasus ini, Gayus beserta dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak lain, yakni Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manurung didakwa merugikan negara sebesar Rp570 juta dengan menerima keberatan pajak PT SAT.
  2. Dakwaan kedua, Gayus didakwa menyuap dua penyidik Bareskrim Polri yakni Kompol Arafat Enanie dan AKP Sri Sumartini, saat proses penyidikan kasus korupsi dan pencucian uang. Terkait kasus itu, Arafat sudah divonis 5 tahun penjara dan Sri Sumartini divonis 2 tahun penjara
  3. Dakwaan ketiga, Gayus didakwa menyuap Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menyidangkan kasusnya di Pengadilan Negeri Tangerang sebesar USD40.000.
  4. Dakwaan keempat, Gayus didakwa memberi keterangan palsu kepada penyidik Bareskrim Polri terkait asal-usul uang senilai Rp28 miliar di rekening yang diblokir penyidik. Uang itu diklaim hasil kerja sama pengadaan tanah di daerah Jakarta Utara dengan Andi Kosasih.


 


 

Dari dakwaan diatas atas kasus Gayus Tambunan terdapat beberapa hal yang dapat dikaitkan dengan Deelneming (Turut serta melakukan), yaitu : dari dakwaan pertama hingga ketiga terdapat beberapa pihak yang turut serta melakukan, selain Gayus sendiri.

Deelneming terdapat dalam pasal 55- 65. Dari pasal diatas dapat disimpulkan terdapat 4 subjek hukum yang dapat dikenakan hukuman, mendapat keringanan hukuman, atau tidak dihukum sama sekali, yaitu antara lain:

  1. Orang yang melakukan (pleger). Orang ini ialah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anisir dan elemen dari peristiwa pidana. Dalam peristiwa pidana yang dilakukan dalam jabatan misalnya orang itu harus pula memenuhi elemen "status sebagai pegawai Negeri". Dalam kasus ini, Gayus Tambunan bertindak sebagai pleger. Dia melakukan tindak pidana korupsi, dan telah melalaikan kewenangannya sebagai petugas pajak dan dia juga telah melakukan praktek mafia hukum.
  2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen). Disini sedikitnya ada dua orang, yang menyuruh (doen plegen ) dan yang disuruh (pleger). Jadi bukan orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana akan tetapi ia menyuruh orng lain, meskipun demikian toh ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan sendiri yg melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menuruh orang lain, disuruh (pleger) itu harus hanya merupakan suatu alat (instrument) saja, maksudnya ia tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbutannya. Misalnya, dalam hal-hal sebagai berikut:
    1. Tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut pasal 44, umpamanya A berniat akan membunuh B, tetapi karena tidak berani melakukan sendiri, telah menyuruh C (seorang gila) untuk melemparkan granat tangan kepada B, bila C betul-betul telah melemparkan granat itu, sehingga B mati, maka C tidak dapat dihukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan, sedang yang dihukum sebagai pembunuh ialah A.
    2. Telah melakukan perbuatan itu karena terpaksa oleh kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan (overmacht) menurut pasal 48, umpamanya A berniat membakar rumah B dan dengan menodong memakai pistol menyuruh C menurut membakar rumah itu, ia tidak dapat dihukum karena dipaksa, sedangkan A meskipun tidak membakar diri sendiri, toch dihukum sebagai pembakar.
    3. Telah melakukan perbuatan itu atas perintah jabatan yang tidak syah menurut pasal 51, misalnya seorang inspektur polisi mau membalas dendam pada seorang musuhnya yang memasukkan orang itu dalam kamar tahanan. Ia menyuruh B seorang agen polisi dibawah perintahnya supaya menangkap dan memasukkan dalam tahanan orang tersebut dengan dikatakan, bahidak dapatwa orang itu tersangka mencuri. Jika C melaksanakan suruhan itu, ia tidak dapat dihukum atas merampas kemerdekaan orang karena ia menyangka bahwa perintah itu syah, sedang yang dihukum sebagai perampas kemerdekaan ialah tetap si inspektur polisi.
    4. Telah melakukan perbuatan itu dengan tidak ada kesalahan sama sekali, misalnya A berniat akan mencurisepeda yang sedang ditaroh dimuka kantor pos. ia tidak berani menjalankan sendiri, akan tetapi ia dengan menunggu ditempat agak jauh minta tolong pada B untuk mengambilkan sepeda itu dengan dikatakan, bahwa itu adalah miliknya. Jika B memenuhi permintaan itu, ia tidak salah mencuri, karena elemen "sengaja" tidak ada. Yang dihukum sebagai pencuri tetap A.

Dalam hal ini tidak disebutkan lebih lanjut karena dalam kasus Gayus, orang – orang seperti ini tidak bersalah.

  1. Orang yang turut melakukan (medepleger) "turut melakukan" dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana itu. Disini diminta, bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk "medepleger" akan tetapi dihukum sebagai membantu melakukan (medeplichtige).

    Didalam kasus Gayus Tambunan, orang yang terbukti turut melakukan perbuatan pidana tersebut adalah: Humala Napitupulu dan Maruli Pandapotan Manurung

  2. Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan,dsb, juga dengan sengaja membujuk melakukan perbuatan itu disebut uilokker.

Orang itu harus sengaja membujuk orang lain, sedang membujuknya harus memakai salah satu dari jalan – jalan seperti dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, dsb. Yang disebutkan dalam pasal itu, artinya tidakk boleh memakai jalan lain. Disini seperti halnya dengan suruh melakukan sedikit – dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang membujuk, dan yang dibujuk, hanya bedanya pada membujuk melakukan, orang yang dibujuk itu dapat dihukum juga sebagai pleger sedang pada suruh melakukan orang yang disuruh itu tidak dapat dihukum.

Dalam kasus Gayus ini, orang yang membujuk adalah Gayus Tambunan, melalui pengacaranya. Dan orang yang dibujuk adalah Arafat yang sudah divonis 5 tahun penjara dan Sri Sumartini yang divonis 2 tahun penjara berdasarkan putusan majelis.


 


 

Dari dakwaan diatas, bahwa Gayus Tambunan sebagai orang yang melakukan atau bisa kita sebut sebagai pleger karena dia melakukan tindak pidana korupsi, telah melalaikan kewenangannya sebagai petugas pajak dan dia juga telah melakukan praktek mafia hukum. Maka dari itu, hakim menjatuhkan vonis...........................


 

Tidak ada komentar: