Selasa, 17 November 2009

Hukum Adat

1. Definisi hukum adat menurut para sarjana adalah sebagai berikut: a. Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu disebut “hukum”) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu disebut “adat”).

b. Bushar Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum ada sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum adat ialah:
- Tertulis atau tidak tertulis
- Pasti atau tidak pasti
- Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya.
c. Ter har berpendapat bahwa hukum adat dalam dies tahun 1930 dengan judul “Peradilan landraad berdasarkan hukum tidak tertulis” yaitu:
- Hukum adat lahir dari & dipelihara oleh keputusan-keputusan, seperti:
- Keputusan berwibawa dari kepala rakyat (para warga masyarakat hukum)
- Para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat (melainkan senafas / seirama).
- Dalam orasi tahun 1937 “Hukum Hindia belanda di dalam ilmu, praktek & pengajaran” menjelaskan bahwa hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum yang berwibawa serta berpengaruh dan yang dalam pelaksanaannya dipatuhi dengan sepenuh hati. (Para fungsionaris hukum: hakim, kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas dilapangan agama, petugas desa lainnya)  ajaran keputusan (Bestissingenteer)

d.Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat adalah mencari adany empat ciri hukum / attributes of law yaitu:
1.Attribute of authority
Adanya keputusan-keputusan melalui mekanisme yang diberi kuasa dan berpengaruh dalam masyarakat.
2.Attribute of Intention of universal application
Keputusan-keputusan dari pihaj yang berkuasa itu harus di maksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang & harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa pada masa akan datang.
3. Attribute of obligation (ciri kewajiban)
Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus mengandung rumusan mengenai hak & kewajiban.
4.Attribute of sanction (ciri penguat)
Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi dalam arti luas. Bisa berupa sanksi jasmaniah; sanksi rohaniah (rasa malu, rasa dibenci)
Pola pikir dari Koentjaningrat dipengaruhi oleh L. POSPISIT seorang sarjana antroplogi dari amerika serikat.
e.Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasikan) bersifat paksaan (mempunyai akibat hukum.
f.Supomo & hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu) yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim”

2.Ketentuan hasil seminar Hukum adat di Yogyakarta Tahun 1975 tentang definisi hukum adat adalah sebagai berikut:
Hukum adat adalah Hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada unifikasi hukum (penyamaan hukum).


Menurut Soepomo: Hukum Adat memiliki corak antara lain;
1. Komunal (kebersamaan / gotong-royong),
Bahwa manusia menurut Hukum Adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakaan yang erat, ini meliputi seluruh lapangan Hukum Adat dalam hal lebih mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan. Di dalam rasa kebersamaan terdapat rasa persatuan, jiwa kerakyatan, dan rasa keadilan.
2. Magis religius,
Berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia, dimana Hukum Adat menghendaki agar setiap manusia percaya terhadap Tuhan Yang Mahaesa.
3. Serba konkrit,
Dalam Hukum Adat hubungan hukum harus dilakukan secara terang dan jelas, Hukum Adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan hidup yang komplit, jadi corak ini menghendaki satunya perkataan dengan perbuatannya.
4. Serba visual,
Perhubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.

Menurut F.D. Holleman (de commune trek in het Indonesische rechtsleven), Hukum Adat memiliki 4 corak:
1. Magis religius,
Orang Indonesia pada dasarnya berpikir dan merasa, dan bertindak didorong oleh kepercayaan/religi kepada tenaga-tenaga gaib/magis yang mengisi, menghuni seluruh alam semesta/kosmis (participerend cosmisch).
2. Komunal,
Kepentingan individu dalam Hukum Adat selalu diimbangi dengan kepentingan umum.
3. Kontan,
Suatu perbuatan simbolis atau pengucapan, maka tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga.
4. Visual,
Dalam hal-hal tertentu senantiasa dicoba, dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud ditransformasikan dengan suatu tanda yang kelihatan.

Menurut Vandijk, Hukum Adat memiliki sifat:
1. Tradisional,
2. Dapat berubah,
3. Tidak dikodifikasi,
4. Terbuka dan sederhana,
5. Mampu menyesuaikan diri.

Tidak ada komentar: