Selasa, 17 November 2009

Agama dan Kebudayaan

TUGAS MAKALAH AGAMA
Hubungan Agama Kristen Protestan
dengan Budaya Batak


Disusun oleh :
 Alvonso Manihuruk 090200437
 Eka Subrata G.H 090200189
 Esra Stephani 090200140
 Sahat Berkat Lumban gaol 090200182
 Samuel Pangaribuan 090200094
 Sherly Novitasari Sembiring 090200153


BAB I : PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang amat menjunjung tinggi nilai kebudayaan Bangsa Indonesia sangat berharap kebudayaan Suku Bangsa kita dikenal oleh masyarakat luas. Apalagi, kita sebagai generasi penerus bangsa sangat diharapkan oleh orang tua kita untuk melestarikan budaya kita.
Kami sebagai anggota kelompok 6 adalah Mahasiswa-Mahasiswi yang bersuku bangsa batak sangat bangga terhadap kebudayaan suku bangsa kami. Selain bangga terhadap suku bangsa, Kami juga bangga terhadap Agama Kami yang Kami percayai dan Kami anut.
Untuk menjadi Mahasiswa dan Mahasiswi yang taat kepada Agama serta patuh dalam melestarikan kebudayaan suku bangsa adalah hal yang sangat sulit, karena Agama dan Kebudayaan adalah hal yang sangat bertolak belakang. Hal inilah yang membuat Kami mengangkat judul makalah kami “Hubungan Agama Kristen Protestan dengan Budaya Batak”. Kebanyakan budaya batak mengacu pada Animisme, sedangkan Agama kita sangatlah menolak Animisme. Dengan adanya makalah ini diharapkan semua orang dapat mengerti tentang apa yang disampaikan dalam makalah ini.

















Perumusan Masalah

Setelah kita tahu apa yang menjadi latar belakang dari pembuatan makalah ini, tentunya timbul rasa ingin tahu yang lebih dalam terhadap isi makalah ini. Terlepas dari itu, kami mengajukan beberapa pertanyaan yang mana kedepannya dapat membantu Pembaca dalam memahami isi makalah ini.

1. Kita telah mengetahui bahwa banyak Misionaris yang datang di tanah batak dan mengajarkan agama kristen, tapi mengapa masih banyak orang kristen yang sampai saat ini masih percaya terhadap roh nenek moyang ?
2. Tradisi seperti apakah dalam budaya batak yang bertentangan dengan ajaran agama kristen protestan ?
3. Bagaimana sikap gereja terhadap tradisi-tradisi budaya adat batak ?






















BAB II : KAJIAN TEORI

A. Budaya Batak
Ketika disebut “Tortor Batak” maka yang terbayangkan adalah sekelompok orang (Batak Toba) yang menari (Manortor) diiringi seperangkat alat musik tradisional. Ini merupakan salah satu budaya batak yang biasanya dilakukan dalam pesta adat perkawinan, pesta peresmian rumah, pesta tugu, pesta membentuk huta/perkampunan, juga pesta adat kematian orang tua, bahkan kalangan pemuda menggelar “pesta naposo” sebagai ajang hiburan dan perkenalan (mencari jodoh).

 Alat Musik Batak/Gondang

Ada 3 arti untuk kata “Gondang”,yaitu:
1. Satu jenis musik tradisi Batak Toba,
2. Komposisi yang ditemukan dalam jenis musik (misalnya komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Haro-haro,dsb).
3.Alat musik Kendang.

Sedangkan Ansambel musik Gondang ada 2, yaitu:
1.Gondang Sabangunan, biasanya dimainkan di luar dalam rumah/di halaman rumah.
2.Gondang Hasapi,biasanya dimainkan dalam rumah.

Gondang Sabangunan terdiri dari Sarune Bolon (sejenis alat tiup ”obo”),taganing(perlengkapan terdiri dari 5 gendang yang dikunci punya peran melodis dengan sarune tsb),gordang (sebuah gendang besar yang menonjolkan irama ritme), 4 gong yang disebut ogong dan hesek sebuah alat perkusi (biasanya sebuah botol yang dipukul dengan batang kayu atau logam) yang mirip alat lain yang bisa ditemukan di Jawa, India, Cina dsb.
Pemain sarune memakai tekhnik yang disebut marsiulak hosa (kembalikan nafas terus menerus).
Sebagian besar repertoar gondang sabangunan juga dimainkan dalam kontes ansambel gondang hasapi yang terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya 2 tali), hasapi doal (sejenis gitar kecil punya 2 tali yang mainkan pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main melodi ambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim (sejenis suling dari bambu seperti sulim dze dari Cina), dsb.
Gambaran kehidupan Batak biasanya ditunjukkan dalam jenis musik Batak, dan biasanya jenis-jenis musik itu ditampilkan dengan urutan-urutan tertentu, yaitu:
1. Gondang Mula-mula
2. Gondang Somba
3. Gondang Mangaliat
4. Gondang Simonang-monang
5. Gondang Sibunga Jambu
6. Gondang Marhusip
7. Gondang Hasahatan Sitio-tio

Orang Batak punya keyakinan mereka dapat berkomunikasi dengan dunia atas melalui musik gondang. Melalui musik gondang batasan diantara dunia dapat ditembus,doa manusia dapat sampai kepada Debata.

 Pakaian Adat

Pakaian yang digunakan juga harus sesuai dengan motif Batak, misalnya selendang atau ulos. Dan ulos yang dipakai juga harus tergantung maksud dan tujuan acara pesta seperti ulos sibolang, ragi hidup, toil-toli, suri-suri, sadom, ragi hotang, dsbg.

 Tarian/Tortor Batak

Ditahun 70-80an, hampir semua kegiatan adat masyarakat dilakukan dalam bentuk tor-tor dan gondang sabangunan. Seiring dengan perkembangan zaman, kehadiran gerak tari yang trend di tahun 90an seperti dansa, jojing, dsb, simultan dengan munclnya alat musik elektronik (keyboard), penggunaan tor-tor dan gondang sabangunan hampir tidak kelihatan. Hanya didaerah tertentu yang masih benar-benar dijaga kelestariannya, seperti Tomok, Simanindo, Pangururan di Samosir, perkampungan wisata di Jongga kecamatan Lumban Julu Toba, sedangkan didaerah lain alat musik sudah kelihatan tidak lengkap lagi.
Hingga memasuki abad ke-21 alat musik yang digunakan kelihatan merupakan campuran dari alat musik modern (keyboard, drum) dengan alat musik tradisional (taganing, seruling) yang barang tentu mempengaruhi tarian (tortor) juga. Tarian atau tortor Batak seolah-olah sudah menjadi tarian modern bukan lagi tortor Batak. Kondisi demikian tentu semakin mempercepat punahnya tortor Batak dan musik tradisional Batak Gondang Sabangunan.
Orang Batak beranggapan tortor Batak itu menggambarkan pengalaman hidup orang Batak dalam kehidupan keseharian, gembira atau senang, termenung, berdoa atau menyembah, menangis dsb. Dalam pelaksanaannya, pagelaran tortor Batak dapat dikategorikan sbb:
a. Tortor dalam pesta Adat (tortor adat)
b. Tortor dalam acara kegembiraan (sukacita)
c. Tortor dalam acara kesedihan (duka), perenungan.

Sesuai perkembangan muncul jenis/ kategori tortor yang lain yakni:
 Tortor dalam acara kebaktian Gereja (memuji Tuhan)
 Tortor untuk hiburan dan parawisata atau biasa disebut tortor kreasi.
 Tortor patung kayu (sigalegale), tortor siboru manggale (hikayat terjadinya dalihan natolu).

 Ritual Batak

Ada beberapa ritual Batak yang dianggap sangat sakral oleh masyarakat Batak, yaitu:
1. Pesta persembahan kurban (pesta Bius)
Pesta ini dilakukan untuk memohon pada Dewa supaya tidak terjadi musim kering berkepanjangan, tidak ada wabah penyakit. Pesta ini dilakukan berkala setiap tahun.
2. Ritual Hahomion
Upacara yang dilakukan oleh warga masyarakat didesa Tomok, kecamatan Simanindo yang ditujukan kepada pemujaan roh leluhur dan kekuatan gaib. Maksud diadakannya ritual ini adalah memberikan sesajian atau persembahan kepada kekuatan gaib dan roh leluhur warga Tomok. Mereka percaya roh leluhur masih memiliki peran dalam kehidupan keturunannya.
3. Mangokkar holi
Upacara ini dilakukan dengan menggali kuburan leluhur mereka dan memindahkan tulang-belulangya kesebuah rumah-rumah yang telah disediakan, dsb.


B. Masuknya Kristen di Tanah Batak

Injil Tuhan Yesus pertama kalinya diberitakan oleh para missionaris ditanah batak. Dan masalah yang paling berat dalam menghadapi masyarakat Batak adalah “Apakah orang Batak yang memutuskan untuk sungguh-sungguh mengikut Tuhan Yesus masih boleh terlibat dalam upacara dalam adat Batak yang berasal dari masa ketika leluhurnya hidup dalam kegelapan rohani (haholomon) dan penyembahan berhala (hasipelebeguon)?”
Persoalan ini belum tuntas diselesaikan, baim sewaktu Pendeta I. L. Nomensen masih hidup, pada masa Gereja dipimpin para missionaris penerusnya, maupun pada masa pimpinan gereja berada ditangan orang Batak sendiri.
Nomensen mencoba membagi upacara adat atas 3 kategori, yaitu:
1. Adat yang netral
2. Adat yang bertentangan dengan injil
3. Adat yang sesuai dengan injl
Sebelum masalah itu tuntas, beliau mengambil kebijaksanaan untuk melarang keras dilaksanakanya upacara adat Batak oleh orang Kristen Batak, akibatnya jemaat yang baru dilayani pada masa itu banyak yang dikucilkan dari masyarakat, sehingga Nomensen terpaksa menampung mereka disebuah perkampungan bernama Huta Dame.
Bahkan Raja Pontas Lumban Tobing pernah dikenai disiplin gereja karena menghadiri sebuah upacara kematian . Raja Ponatas adalah seorang Raja Batak yang memberikan tanahnya di Pearaja Tarutung untuk dipakai untuk kegiatan pelayanan Gereja.
Namun sampai akhir hidupnya Nomensen gagal menyelesaikan masalah tersebut, salah satu penyebab kegagalannya adalah Nomensen sulit menentukan upacara adat Batak mana yang tidak bertentangan denga injil dan upacara adat mana yang netral.
Ditengah-tengah umat kristen Batak muncul suatu desakan untuk mempertahankan berbagai upacara adat Batak dan mengganti kepemimpinan gereja dengan orang Batak sendiri. Usaha tersebut baru berghasil dengan diangkatnya Pdt. K. Sirait menjadi Ephorus Batak pertama (1942).
Penginjilan missionaris pada saat itu dilakukan dengan memusatkan perhatia pada raja-raja yang memimpin diwilayah masing-masing marga. Pertobatan seorang Raja biasanya segera diikuti dengan pembaptisan massal dari penduduk diwilayah itu sehingga para missionaris berhasil dengan cepat mengkristenkan wilayah Tapanuli bagian Utara.
Sebenarnya pihak Gereja yang mengutus para missionaris itu menolak apa yang dilakukan mereka terutama yang dilakukan Nomensen. Pihak Gereja menolak pembaptisan massal yang tidak didasarkan pada pertobatan pribadi melainkan karena hubungan kekerabatan. Namun, Nomensen terpaksa melakukannya mengingat cepatnya gerakan Islamisasi di Tapnuli Selatan, yang digerakkan oleh pasukan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rau. Sehingga para Missionaris banyak melakukan pembabtisan missal pada saat itu. Namun, karena keterbatasan jumlah Missionaris, banyak anggota jemaat tersebut yang tidak sempat dibina dalam prinsip-prinsip sejati pemuridan Yesus Kristus. Secara organisasi mereka anggota gereja, tetapi dalam pemikiran mereka masih sebagai orang Batak Haholomon(kegelapan).
Pdt.I.L.Nommensen memiliki sikap yang tegas dengan melarang berbagai upacara Hasipeleguon, termasuk tortor dan gondang. Tetapi Gustav Pilgram yang melayani di Balige justru mengizinkan tortor dan gondang, namun dengan beberapa syarat seperti : unsur hasipeleguon harus dihilangkan, pemimpinnya harus missionaries, dilaksanakan pada siang hari, peralatannya milik orang Kristen, dan tidak boleh diikuti oleh orang yang belum percaya kepada Tuhan Yesus.
Hingga pada saat pendudukan Jepang memaksa para Missionaris meninggalkan Indonesia tanpa berhasil menuntaskan masalah upacara adat. Kepergian mereka meninggalkan kekosongan teologia(theologia in loco) dan kebingungan rohani di tengah-tengah jemaat batak.
Keterikatan dengan pola hidup, lamanya telah mendorong jemaat untuk mendesak pimpinan gereja mengizinkan kembali pelaksanaan berbagai upacara adat. Sehingga kita bisa mengenal teori sinkretis(pengajaran atau cara hidup yang berasal dari campuran dua atau lebih ajaran). Teori sinkretis inilah yang diajarkan kepada jemaat Kristen batak sampai hari ini.


C. Pertemuan Injil dan Kebudayaan
Injil diberikan ditengah-tengah dunia yang penuh kebudayaan yang bentuknya dapat diumpakan seperti kue lapis. Lapisan-lapisan kebudayaan itu tidak statis, masing-masing saling berpenetarasi, maka unsure kebuyaan yang universal itu selalu berada dalam perubahan. Intensitas pengaruh itu berbeda satu dengan lain bergantung pada etnografis, geografis dan sejarah masing-masing wilayah. Tetapi bagaimanapun injil yang diberitakan itu tetap berhadapan dengan kebudayaan bangsa-bangsa dan suku-suku.
Demikianlah injil selalu berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut dengan membawa nilai injil secara khusus dengan sistem religi, system pengetahuan, kesenian, dan mata pencaharian. Sewaktu Yesus memberitakan injil, ia ditentang oleh Yudaisme dalam soal-soal doktrin dan kesucian, perkawinan, system ekonomi yang berlandaskan usaha kerja, sedang injil menekankan anugerah Allah sebagai jaminan kehidupan (Matius 5:25-34); tentang kasih dan keadilan yang menentang hukum balas membalas (Matius 5:38-48).
Hal yang sama terjadi setelah injil dibawa keluar Israel ke masyarakat Hellenisme dan Romawi. Injil menentang absolutism kekaisaran Romawi, dimana Kaisar dianggap dan dipuja sebagai Tuhan dan agama rakyat yang Polytheistis dan hubungan seksual termasuk dalam system religi yang membuat tata susila yang permisif, seni tari membangkitkan biriahi dan bentuk-bentuk olahraga yang tidak manusiawi. Oleh sebab itu, gereja tidak dapat, tidak harus menentukan sikap terhadap kebudayaan yang dihadapinya.


D. Sikap Gereja Terhadap Kebudayaan

H.Richard Niebuhr dari Yale University di Amerika Serikat telah membuat bagan tentang sikap gereja terhadap kebudayaan dalam bukunya Christ and Culture atau Kristus dan Kebudayaan. Ia telah menjelajahi sikap-sikap gereja terhadap kebudayaan sepanjang zaman dalam 5 sikap:
1. Gereja anti kebudayaan
2. Gereja dari kebudayaan
3. Gereja diatas kebudayaan
4. Gereja dan kebudayaan dalam hubungan paradoks
5. Gereja pengubah kebudayaan
Dapatlah kita simpulkan bahwa sikap gereja terhadap kebudayaan adalah :
1. Gereja menentang kebudayaan khususnya terhadap unsure-unsur yang secara total bertentangan dengan injil, umpanya terhadap culture agama, suku, dan tata kehidupan yang tidak membangun seperti poligami, perjudian, perhambaan.
2. Menerima unsur-unsur kebudayaan yang bersesuaian dengan injil dan bermanfaat bagi kehidupan.
3. Menerima unsure-unsur kebudayaan tertentu dan mentransformasikannya dengan injil. Umpanya tata perkawinan, seni tari, dll. Sehingga dapat menjadi sarana injil.























BAB III : KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari data yang telah ditentukan dan didiskusikan dapat diambil kesimpulan bahwa agama, budaya dan masyarakat jelas tidak akan berdiri sendiri. Ketiganya memilki hubungan yang sangat erat dalam dialektikanya selaras dengan diciptakan ataupun saling menegaskan. Proses dialektika yang berjalan dialami agama dengan 3 bentuk:
1. Energi ekstranalisasi yang dimiliki individu dalam bermasyarakat dan kemudian membentuk sebuah bentuk.
2. Objektivasi atas kreasi manusia dan akhirnya berputar kembali dalam bentuk.
3. Dengan arus informasi yang internalisasi kedalam individu-individu.
Hasil ekternalisasi yang terobjektivasi selalu mengalami perkembangan, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa agama dan budaya sangat erat hubungannya.



SARAN

Dari data-data yang telah ditentukan dan didiskusikan secara mendetail dan penuh hati-hati, kami menyarankan bahwa kita idak perlu membeda-bedakan antara agama dengan budaya. Sudah jelas bahwa agama dan budaya itu berhubungan. Maka dari itu, untuk menciptakan ketentraman dan kesejahteraan bagi kita semua haruslah kita berfikir bahwa hubungan antara agama dan budaya itu penting untuk kelanjutan hubungan kita antar manusia.
Demikian saran yang kami sampaikan. Jika ada kata-kata yang salah dan kurang berkenan dihati saudara, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.








DAFTAR PUSTAKA

www.google.com
http:/daunwiselife.wordpress.com/2008/04/24/hubungan-agama-budaya
Berkhof,I.H,Sejarah Gereja, Jakarta, BPK G Mulia, 1986.
Niebuhr, Richard, H, Christand Culture, terj. Satya Karya, Jakarta : Petra Jaya, tt.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

arigatou

Anonim mengatakan...

makalah ini membantu bngat..
jdi dapat pemahaman n ide buat ngerjain tugas agama.... :)